Jakarta (ANTARA News) - "Kami akan menggunakan senjata api bila ini dihadapkan dengan kejadian yang lebih besar. Dan ini harus kami tindaklanjuti supaya tidak menjadi contoh bagi lainnya," kata Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso, di Jakarta, Senin.


Hal ini, kata dia yang biasa dipanggil Buwas itu, sebagai tindakan tegas kepada mereka yang melawan petugas BNN yang melaksanakan tugas, dan petugas BNN akan menggunakan senjata api untuk menanggulangi perlawanan itu.




Dia mengeluarkan sinyalemen bahwa pembakaran dan kerusuhan yang terjadi di Rumah Tahanan Negara Melabero Kota Bengkulu, Jumat malam (25/3), itu bagian dari publikasi perlawanan narapidana.

"Perlawanan para napi ini merupakan provokasi mereka terhadap jaringan di lembaga pemasyarakatan untuk dicontoh napi-napi di LP lain. Ini publikasi mereka melakukan perlawanan karena mereka terancam," ucap Waseso.

Peristiwa kerusuhan di LP Bengkulu itu bukan hal yang spontan tapi telah direncanakan mereka.

"Modus transaksi di dalam lembaga pemasyarakatan sudah banyak, di antaranya menggunakan telepon, transaksi lewat internet banking dengan hasil barang bukti banyak, bahkan sudah ada sipir yang diperintah narapidana," tuturnya.

Dia katakan, di luar LP saja sipir penjara bisa diperintah, apalagi di dalam lembaga pemasyarakatan, dengan alasan selalu seputar penghasilan mereka. "Itu semua harus ditindak tegas bukan hanya sipir, tapi semua yang melakukan kolaborasi dalam peredaran penyalahgunaan narkoba," imbuhnya.

Kebakaran di Rutan Malabero memakan korban lima penghuninya tewas, yang dibawa ke RS Bhayangkara Kota Bengkulu untuk identifikasi postmortem dan antemortem. Semua korban adalah narapidana kasus narkoba.

Mereka adalah Agung Nugraha, Heru Biliantoro, Agus Purwanto, Hendra Nopiandi, dan Medi Satria, yang semuanya ditempatkan di sel nomor tujuh rumah tahanan itu.