Dubai (ANTARA News) - Arab Saudi menjatuhkan hukuman penjara lima tahun kepada seorang jurnalis atas tindakan melecehkan pemerintah kerajaan tersebut dan menghasut pendapat umum di Twitter, kata pernyataan Amnesti Internasional.


Amnesti Internasional menjelaskan, hukuman terhadap Alaa Brinji, Kamis itu, adalah pelanggaran jelas terhadap hukum antarbangsa dan menganggap vonis tersebut menunjukkan sikap intoleransi terhadap hak berekspresi secara damai.

Pejabat di Kementerian Kehakiman Arab Saudi tidak berhasil dimintai tanggapan hingga lewat akhir pekan.



Terkait latar belakang kerusuhan di kawasan itu, negara Sunni itu mengeluarkan hukuman lebih berat terhadap segala bentuk perbedaan.

Vonis yang dijatuhkan terhadap Brinji yang bekerja untuk koran di Arab Saudi, yakni Al Bilad, Okaz, dan Al Sharq, terjadi setelah dinyatakan bersalah pada 24 Maret lalu, demikian pernyataan Amnesty.

Dia menyatakan bahwa pengadilan juga mendapati kesalahan Brinji adalah mengolok-olok tokoh-tokoh agama Islam setempat dan tuduhan menentang tindakan para petugas keamanan yang menewaskan para pengunjuk rasa di Awamiyah, salah satu wilayah di provinsi timur Arab Saudi.

Provinsi timur itu menjadi titik perhatian kerusuhan di sekitar negara-negara Syiah sejak unjuk rasa pada awal 2011 yang mendesak dan diakhirinya diskriminasi terhadap sekte minoritas dan reformasi sistem monarki Sunni Muslim.

Amnesti Internasional, yang mengaku mendapatkan informasi dari seorang narasumber yang mengetahui kasus tersebut, menyatakan bahwa pihak pengadilan pada Kamis lalu juga memberikan sanksi kepada Brinji berupa larangan melakukan perjalanan selama delapan tahun dan membayar denda senilai 50.000 real (13.300 dolar AS).

Brinji tertangkap pada Mei 2014 dan langsung ditahan sejak saat itu, demikian menurut Amnesty.

Dia juga dituduh melakukan kemurtadan -meninggalkan ajaran Islam- sebagai tindakan kejahatan yang berpotensi terkena hukuman mati, namun belum dinyatakan bersalah karena pihak berwenang kekurangan alat bukti, ujar Amnesti Internasional.

Jaksa Arab Saudi berasal dari kalangan ulama dari sekolah Wahhabi Sunni Islam pemerintah kerajaan ultrakonservatif tersebut.

Dalam penafsiran Wahhabi atas hukum syariah menyebutkan bahwa kejahatan agama, termasuk fitnah dan kemurtadan, terancam hukuman mati.

Pada Februari, pengadilan Arab Saudi mengubah hukuman mati terhadap penyair Palestina yang dinyatakan bersalah karena kemurtadannya menjadi hukuman penjara selama delapan tahun dan hukuman cambuk sebanyak 800 kali, demikian menurut seorang pengacaranya.

Pada 2014, pengadilan Arab Saudi di Riyadh menjatuhkan vonis terhadap tiga orang pengacara berupa hukuman penjara selama lebih dari delapan tahun setelah mereka melontarkan kritik terhadap Kementerian Kehakiman melalui Twitter.