Curi rahasia militer, pria Korea-AS ditahan Korut
25 Maret 2016 16:49 WIB
Kim Dong Chul di tengah pengawalan dua tentara Korea Utara (Korut) memberikan keterangan pers di Pyongyang, Korut. Photo ini disebarkan kantor berita Reuters Inggris dan Kyodo Jepang, Jumat (25/3/2016). (Reuters/Kyodo)
Seoul (ANTARA News) - Seorang pria keturunan Korea-Amerika Serikat (AS), yang ditahan di Korea Utara (Korut), mengaku mencoba mencuri rahasia militer dari negara tersebut, demikian laporan kantor berita Kyodo Jepang dan Xinhua Tiongkok, Jumat.
Kim Dong Chul, yang sebelumnya mengaku warga AS naturalisasi, ditangkap di Korut pada Oktober 2015. Ia meminta pengampunan dalam pertemuan dengan media di Pyongyang.
Ia meminta maaf karena mencoba mencuri rahasia militer bekerja sama dengan warga Korsel untuk menggulingkan rejim Korut.
Seorang sumber di Pyongyang mengatakan kepada Reuters bahwa para diplomat di ibukota Korut telah diberitahu mengenai pengakuan Kim. Pernyataannya itu serupa dengan pengakuan warga AS yang juga ditangkap dan ditahan Korut, Otto Warmbier.
Warmbier pada awal Maret 2016 dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa karena mencoba mencuri spanduk propaganda.
Korut juga menahan seorang pastor keturunan Korea-Kanada, yang dijatuhi hukuman seumur hidup atas dakwaan subversi.
Seorang petugas yang memperkenalkan Kim kepada media memulai pertemuan dengan memuji pencapaian nuklir Korut dan pemimpinnya Kim Jong-Un.
Seorang pembelot dari Korut sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa Kim, yang merupakan satu dari tiga warga Barat ditahan Korut adalah pastor Kristen yang bekerja di Tiongkok dan AS, serta mengirimkan bantuan medis ke sana.
Jaringan televisi kabel AS, CNN, pada Januari 2016 melaporkan bahwa Kim berusia 60 tahun dan berasal dari Fairfax, Virginia. Ia mengaku menjadi mata-mata untuk Korea Selatan (Korsel).
Korut yang mendapat kritikan atas catatan hak asasi manusianya di masa lalu memanfaatkan warga AS yang ditahan untuk menyeleksi kunjungan tingkat tinggi dari AS, yang tidak mempunyai hubungan diplomatik.
Negara tersebut terancam semakin terkucil dari masyarakat internasional setelah Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi baru menyusul uji nuklirnya yang keempat pada Januari 2016.
Kim Dong Chul, yang sebelumnya mengaku warga AS naturalisasi, ditangkap di Korut pada Oktober 2015. Ia meminta pengampunan dalam pertemuan dengan media di Pyongyang.
Ia meminta maaf karena mencoba mencuri rahasia militer bekerja sama dengan warga Korsel untuk menggulingkan rejim Korut.
Seorang sumber di Pyongyang mengatakan kepada Reuters bahwa para diplomat di ibukota Korut telah diberitahu mengenai pengakuan Kim. Pernyataannya itu serupa dengan pengakuan warga AS yang juga ditangkap dan ditahan Korut, Otto Warmbier.
Warmbier pada awal Maret 2016 dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa karena mencoba mencuri spanduk propaganda.
Korut juga menahan seorang pastor keturunan Korea-Kanada, yang dijatuhi hukuman seumur hidup atas dakwaan subversi.
Seorang petugas yang memperkenalkan Kim kepada media memulai pertemuan dengan memuji pencapaian nuklir Korut dan pemimpinnya Kim Jong-Un.
Seorang pembelot dari Korut sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa Kim, yang merupakan satu dari tiga warga Barat ditahan Korut adalah pastor Kristen yang bekerja di Tiongkok dan AS, serta mengirimkan bantuan medis ke sana.
Jaringan televisi kabel AS, CNN, pada Januari 2016 melaporkan bahwa Kim berusia 60 tahun dan berasal dari Fairfax, Virginia. Ia mengaku menjadi mata-mata untuk Korea Selatan (Korsel).
Korut yang mendapat kritikan atas catatan hak asasi manusianya di masa lalu memanfaatkan warga AS yang ditahan untuk menyeleksi kunjungan tingkat tinggi dari AS, yang tidak mempunyai hubungan diplomatik.
Negara tersebut terancam semakin terkucil dari masyarakat internasional setelah Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi baru menyusul uji nuklirnya yang keempat pada Januari 2016.
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016
Tags: