Jakarta (ANTARA News) - KPK mencatat baru 356 orang anggota DPR periode 2014-2019 yang menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari total 554 anggota parlemen yang wajib lapor LHKPN.
"Sejak 2 pekan lalu saat data rekapitulasi dirilis khususnya pelaporan di DPR, ada pergerakan data dari jumlah wajib lapor bertambah dari 545 orang menjadi 554 orang karena ada PAW (Pergantian Antar Waktu) dan sejak 2 pekan lalu ada 14 anggota DPR yang melapor LHKPN jadi total 356 orang yang sudah lapor," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Artinya masih ada 198 anggota DPR periode 2014-2019 yang belum menyerahkan LHKPN milik mereka.
"KPK menunggu para wajib lapor yang belum melapor untuk sesegera mungkin menuntaskan kewajiban LHKPNnya ini," tambah Priharsa.
Berdasarkan data KPK per 17 Maret 2016, terdapat 9.760 anggota DPR, DPD dan DPRD yang belum menyerahkan LHKPN atau 72,69 persen dari total wajib lapor sebanyak 13.427 orang. Sementara lembaga eksekutif masih ada 28,84 persen penyelenggara negara yang belum melapor dari total 222.894 wajib lapor. Selanjutnya instansi yudikatif ada 12,21 persen dari 11.712 orang dan BUMN/BUMD sejumlah 20,35 persen dari total 26.909 wajib lapor.
Khusus untuk legislatif yang belum melapor, selain anggota DPR, masih ada 10 anggota DPD dan 9.676 anggota DPRD. Total wajib lapor LHKPN dari empat bidang institusi tersebut mencapai 288.369 orang dengan 197.685 orang yang sudah lapor yaitu 68,55 persen sehingga masih ada 31,49 persen atau 90.817 orang yang masih belum lapor LHKPN.
Saat ini KPK juga sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang LHKPN yang mengisi ikut mengatur mengenai sanksi dan penyederhanaan format LHKPN.
Ada sejumlah peraturan yang mengatur mengenai pelaporan LHKPN yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Berdasarkan ketentuan tersebut, ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.
Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek; (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi
Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Baru 356 anggota DPR serahkan LHKPN
24 Maret 2016 19:05 WIB
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: