Pemerintah akan kawal proses perizinan Uber-Grab
24 Maret 2016 18:17 WIB
Dokumentasi demonstrasi masif pengemudi taksi dan bajaj konvensional, di depan Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (22/3). Mereka menuntut pemerintah segera menutup transportasi umum berbasis aplikasi online. (ANTARA FOTO/Yossy Widya)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Pandjaitan, mengatakan, pemerintah akan mengawal proses perizinan perusahaan aplikasi Uber dan Grab sebagai sarana transportasi yang sah agar tidak ada hambatan.
Selasa lalu (22/3), terjadi gelombang demonstrasi masif penolakan operasionalisasi "moda" transportasi darat berbasis online dari kalangan pengemudi moda transportasi konvensional. Demonstrasi yang memacetkan sejumlah kawasan penting Jakarta, semula berjalan damai lalu menjadi cukup rusuh.
Hampir terjadi kerusuhan dan konflik terbuka horizontal walau itu tidak terjadi hanya pada titik-titik tertentu.
"Kalau ada ketakutan nanti prosesnya itu diperlambat sana sini, kami sepakat akan mengamati dengan cermat di mana ada yang menghalangi. Kami akan pantau ketat sehingga tidak perlu ada keributan sana-sini," kata Panjaitan, di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM, Jakarta, Kamis.
Jika masih ada permasalahan dalam proses perizinan, kata dia, pihak-pihak yang mengurus bisa melaporkan hal tersebut ke kantornya, Kementerian Komunikasi dan Informatika, atau Kementerian Perhubungan.
Dia yakin proses itu berjalan baik. "Tapi saya katakan tadi pada Grab, Organda, dan Uber, (bahwa) dua menteri yang terlibat ini memiliki integritas yang baik. Saya tidak yakin akan ada upaya-upaya untuk menghambat pengurusan izin itu," kata dia.
Pemerintah meminta Uber dan Grab memenuhi segala persyaratan sebagai sarana transportasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22/2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan dan produk hukum lain terkait.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai UU Nomor 22/2009 antara lain harus berbadan hukum, terdaftar di dinas perhubungan daerah setempat, dan memiliki izin sebagai sarana transportasi.
Selain itu pengemudi kendaraan transportasi Uber dan Grab juga harus memiliki SIM A Umum. Kendaraan yang digunakan juga harus melalui uji KIR dengan alasan keselamatan dan keamanan penumpang.
Uber dan Grab diberi waktu selama dua bulan hingga 31 Mei 2016 untuk memenuhi seluruh persyaratan.
Jika lewat dari waktu tersebut belum terpenuhi, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memblokir aplikasi tersebut.
Uber dan Grab juga tidak diperbolehkan mengekspansi alias mengembangkan kemitraannya hingga 31 Mei 2016. Kedua aplikasi "moda" transportasi ini dimiliki jaringan aplikasi yang berbasis dari luar negeri.
Di mata konsumen, "moda" transportasi berbasis online dipandang modern, mudah, murah, pasti, cepat, dan aman. Beberapa pokok pada aspek inilah yang dianggap publik pemakai jasa "moda" transportasi berbasis online yang tidak bisa dipenuhi moda transportasi konvensional.
Pada sisi lain terdapat aturan dan produk hukum yang dibuat pemerintah bersama legislatif tentang sistem transportasi darat ini, termasuk aturan-aturan sah tentang perpajakan-retribusi, keselamatan bertransportasi, dan lain-lain, yang masih berlaku.
Juga jumlah warga negara Indonesia yang bergiat dan menggantungkan nafkah dari pekerjaannya sebagai pengawak moda transportasi darat konvensional.
Akan tetapi, pengaturan ini belum menyentuh "moda" transportasi darat lain berbasis online, yaitu ojek beraplikasi online, yang jumlah armadanya lebih banyak lagi. Mereka bersaing langsung dengan ojek konvensional --yang jumlahnya jauh lebih banyak lagi-- dalam mengais rejeki.
Selasa lalu (22/3), terjadi gelombang demonstrasi masif penolakan operasionalisasi "moda" transportasi darat berbasis online dari kalangan pengemudi moda transportasi konvensional. Demonstrasi yang memacetkan sejumlah kawasan penting Jakarta, semula berjalan damai lalu menjadi cukup rusuh.
Hampir terjadi kerusuhan dan konflik terbuka horizontal walau itu tidak terjadi hanya pada titik-titik tertentu.
"Kalau ada ketakutan nanti prosesnya itu diperlambat sana sini, kami sepakat akan mengamati dengan cermat di mana ada yang menghalangi. Kami akan pantau ketat sehingga tidak perlu ada keributan sana-sini," kata Panjaitan, di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM, Jakarta, Kamis.
Jika masih ada permasalahan dalam proses perizinan, kata dia, pihak-pihak yang mengurus bisa melaporkan hal tersebut ke kantornya, Kementerian Komunikasi dan Informatika, atau Kementerian Perhubungan.
Dia yakin proses itu berjalan baik. "Tapi saya katakan tadi pada Grab, Organda, dan Uber, (bahwa) dua menteri yang terlibat ini memiliki integritas yang baik. Saya tidak yakin akan ada upaya-upaya untuk menghambat pengurusan izin itu," kata dia.
Pemerintah meminta Uber dan Grab memenuhi segala persyaratan sebagai sarana transportasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22/2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan dan produk hukum lain terkait.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai UU Nomor 22/2009 antara lain harus berbadan hukum, terdaftar di dinas perhubungan daerah setempat, dan memiliki izin sebagai sarana transportasi.
Selain itu pengemudi kendaraan transportasi Uber dan Grab juga harus memiliki SIM A Umum. Kendaraan yang digunakan juga harus melalui uji KIR dengan alasan keselamatan dan keamanan penumpang.
Uber dan Grab diberi waktu selama dua bulan hingga 31 Mei 2016 untuk memenuhi seluruh persyaratan.
Jika lewat dari waktu tersebut belum terpenuhi, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memblokir aplikasi tersebut.
Uber dan Grab juga tidak diperbolehkan mengekspansi alias mengembangkan kemitraannya hingga 31 Mei 2016. Kedua aplikasi "moda" transportasi ini dimiliki jaringan aplikasi yang berbasis dari luar negeri.
Di mata konsumen, "moda" transportasi berbasis online dipandang modern, mudah, murah, pasti, cepat, dan aman. Beberapa pokok pada aspek inilah yang dianggap publik pemakai jasa "moda" transportasi berbasis online yang tidak bisa dipenuhi moda transportasi konvensional.
Pada sisi lain terdapat aturan dan produk hukum yang dibuat pemerintah bersama legislatif tentang sistem transportasi darat ini, termasuk aturan-aturan sah tentang perpajakan-retribusi, keselamatan bertransportasi, dan lain-lain, yang masih berlaku.
Juga jumlah warga negara Indonesia yang bergiat dan menggantungkan nafkah dari pekerjaannya sebagai pengawak moda transportasi darat konvensional.
Akan tetapi, pengaturan ini belum menyentuh "moda" transportasi darat lain berbasis online, yaitu ojek beraplikasi online, yang jumlah armadanya lebih banyak lagi. Mereka bersaing langsung dengan ojek konvensional --yang jumlahnya jauh lebih banyak lagi-- dalam mengais rejeki.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: