Tanaman kelapa hibrida perlu dikembangkan
21 Maret 2016 18:27 WIB
Ilustrasi--Seorang petani mengambil air nira kelapa dari pohon kelapa di Surwen, Semarang, Jawa Tengah, Senin (6/4/2015). (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Banyumas (ANTARA News) - Tanaman kelapa hibrida perlu dikembangkan untuk mengurangi risiko kecelakaan yang dialami penderes nira kelapa, kata Menteri Riset Teknologi dan Pendididikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir.
"Itu harus kita kembangkan tetapi masalah kelapa hibridanya harus kita carikan, harus kita kembangkan," katanya di Banyumas, Jawa Tengah, Senin sore.
Menristek Dikti mengatakan hal itu kepada wartawan usai meninjau sentra industri gula kelapa binaan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto yang dilanjutkan dengan dialog bersama perwakilan penderes nira kelapa dan pengrajin gula kelapa di Gedung Unit Pengelola Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, Desa Pernasidi, Kecamatan Cilongok, Banyumas.
Menurut dia, daripada mengembangkan teknologi untuk memanjat pohon kelapa yang tinggi dengan biaya mahal lebih baik mengembangkan teknologi pada tanaman kelapa tersebut.
Terkait upaya yang akan dilakukan, dia mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pendampingan terhadap penderes nira kelapa karena dalam dialog terungkap adanya kesalahan dalam pengadaan bibit kelapa hibrida.
"Bukan karena apa-apa, pengadaannya ini yang harus kita lakukan," katanya.
Sementara saat berdialog dengan Menristek Dikti, salah seorang perwakilan penderes nira kelapa, Waryoko mengatakan bahwa Banyumas merupakan produsen gula kelapa nomor satu di Indonesia sedangkan Kecamatan Cilongok produsen gula kelapa di kabupaten itu.
Berdasarkan data, kata dia, 23,11 persen produsen gula kelapa di Kabupaten Banyumas berada di Kecamatan Cilongok dengan jumlah penderes sebanyak 6.803 orang yang tersebar di 20 desa.
Oleh karena itu, lanjut dia, produk gula kelapa di Kecamatan Cilongok mencapai lebih dari 9 ton per hari.
"Kami hidup pas-pasan karena harga gula kelapa yang menentukan bukan produsen melainkan pembelinya. Terlebih pohon kelapa warisan eyang buyut kita yang terus menerus kita ambil niranya dan karena bukan kelapa (yang diambil) sehingga tidak punya peremajaan cikal," katanya.
Waryoko mengharapkan program pengadaan bibit guna peremajaan pohon kelapa yang semakin tinggi sehingga sangat berisiko bagi penderes.
Dia juga mengharapkan jika ada teknologi tepat guna dari Kemenristek Dikti dapat ditularkan kepada penderes nira kelapa.
"Kami juga berterima kasih kepada Unsoed yang terus melakukan penelitian terhadap gula kelapa," katanya.
Terkait harapan perwakilan penderes nira kelapa itu, Menristek Dikti mengatakan bahwa perlu adanya teknologi agar pohon kelapa tidak tinggi tetapi bisa menghasilkan nira kelapa.
Menurut dia, masalah pohon kelapa sudah bisa diselesaikan dengan baik melalui pengembangan kelapa hibrida atau genjah yang bisa menghasilkan kualitas baik.
Selain itu, kata dia, riset terhadap nira kelapa juga perlu dilakukan karena tidak semua negara suka manis.
"Ini harus dilakukan riset pasar," katanya.
Ia mengatakan bahwa proses pengolahan dan pemasaran gula kelapa juga perlu mendapat perhatian sehingga bisa memberikan nilai tambah.
"Itu harus kita kembangkan tetapi masalah kelapa hibridanya harus kita carikan, harus kita kembangkan," katanya di Banyumas, Jawa Tengah, Senin sore.
Menristek Dikti mengatakan hal itu kepada wartawan usai meninjau sentra industri gula kelapa binaan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto yang dilanjutkan dengan dialog bersama perwakilan penderes nira kelapa dan pengrajin gula kelapa di Gedung Unit Pengelola Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan, Desa Pernasidi, Kecamatan Cilongok, Banyumas.
Menurut dia, daripada mengembangkan teknologi untuk memanjat pohon kelapa yang tinggi dengan biaya mahal lebih baik mengembangkan teknologi pada tanaman kelapa tersebut.
Terkait upaya yang akan dilakukan, dia mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pendampingan terhadap penderes nira kelapa karena dalam dialog terungkap adanya kesalahan dalam pengadaan bibit kelapa hibrida.
"Bukan karena apa-apa, pengadaannya ini yang harus kita lakukan," katanya.
Sementara saat berdialog dengan Menristek Dikti, salah seorang perwakilan penderes nira kelapa, Waryoko mengatakan bahwa Banyumas merupakan produsen gula kelapa nomor satu di Indonesia sedangkan Kecamatan Cilongok produsen gula kelapa di kabupaten itu.
Berdasarkan data, kata dia, 23,11 persen produsen gula kelapa di Kabupaten Banyumas berada di Kecamatan Cilongok dengan jumlah penderes sebanyak 6.803 orang yang tersebar di 20 desa.
Oleh karena itu, lanjut dia, produk gula kelapa di Kecamatan Cilongok mencapai lebih dari 9 ton per hari.
"Kami hidup pas-pasan karena harga gula kelapa yang menentukan bukan produsen melainkan pembelinya. Terlebih pohon kelapa warisan eyang buyut kita yang terus menerus kita ambil niranya dan karena bukan kelapa (yang diambil) sehingga tidak punya peremajaan cikal," katanya.
Waryoko mengharapkan program pengadaan bibit guna peremajaan pohon kelapa yang semakin tinggi sehingga sangat berisiko bagi penderes.
Dia juga mengharapkan jika ada teknologi tepat guna dari Kemenristek Dikti dapat ditularkan kepada penderes nira kelapa.
"Kami juga berterima kasih kepada Unsoed yang terus melakukan penelitian terhadap gula kelapa," katanya.
Terkait harapan perwakilan penderes nira kelapa itu, Menristek Dikti mengatakan bahwa perlu adanya teknologi agar pohon kelapa tidak tinggi tetapi bisa menghasilkan nira kelapa.
Menurut dia, masalah pohon kelapa sudah bisa diselesaikan dengan baik melalui pengembangan kelapa hibrida atau genjah yang bisa menghasilkan kualitas baik.
Selain itu, kata dia, riset terhadap nira kelapa juga perlu dilakukan karena tidak semua negara suka manis.
"Ini harus dilakukan riset pasar," katanya.
Ia mengatakan bahwa proses pengolahan dan pemasaran gula kelapa juga perlu mendapat perhatian sehingga bisa memberikan nilai tambah.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: