Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pemberitaan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Aat Surya Safaat mengajak media massa untuk berhati-hati dalam pemberitaan tentang terorisme.

"Teroris itu butuh media, Jadi jangan membuat keadaan mencekam. Kalau keadaan mencekam akibat pemberitaan, berarti teroris merasa menang," kata Aat Surya Syafaat dalam diskusi "Terorisme dan Pengaruhnya Terhadap Ekonomi" di Gedung Joeang 45, Jakarta, Sabtu.

Ia menjelaskan, teroris membutuhkan media dalam menyampaikan pesannya, sehingga media harus waspada dalam mengemas pesan pemberitaan.

Sebaiknya media menciptakan suasana yang menenteramkan dan memotivasi masyarakat, namun tetap sesuai dengan fakta yang ada, bukan membuat opini.

"Oleh karena itu dibutuhkan agenda setting yang mempunyai tujuan yang baik, bukan hanya besarnya dampak serangan teroris, seperti ledakan atau jumlah korban," katanya.

Aat juga menginformasikan bahwa serangan teroris terbagi dalam dua kategori yaitu, "Hard Terrorism" dan "Soft Terrorism". Hard Terrorism sendiri merupakan serangan teroris secara fisik, seperti pengeboman yang terjadi di sekitar Sarinah Jakarta beberapa waktu lalu.

Sedangkan, Soft Terrorism adalah terorisme nonfisik yaitu penyebarluasan narkoba, pornografi dan korupsi. "Saat ini, Indonesia sedang darurat soft terrorism dan dampaknya justru lebih besar secara ekonomi dan sosial," jelasnya.

Sementara itu, Dewan Harian Nasional (DHN) 1945 mengingatkan kembali pentingnya ideologi bangsa yang kuat untuk melawan paham terorisme di Indonesia.

"Tugas paling berat adalah menjaga semangat juang 1945 untuk melawan penjajahan modern dan paham terorisme," kata Ketua Umum DHN, Jenderal TNI Purnawirawan Tyasno Sudarto.

Dalam diskusi tersebut, ia menyebutkan idealisme Indonesia sedang diserang oleh terorisme gaya baru dengan target runtuhnya perekonomian.

Dewan Harian Nasional sendiri merupakan lembaga pemerintah nondepartemen yang difungsikan untuk menjaga semangat dan nilai juang 1945.

Dalam kesempatan itu, Ketua MUI Baharun, mengatakan terorisme memanfaatkan pemaknaan terhadap jihad, padahal makna jihad sendiri tidak menempatkan pada perlawanan yang antikemanusiaan.

"Teroris itu membawa ideologi jihad atas dasar agama Islam, padahal itu bukan, itu adalah kejahatan, jihad jangan dimarginalkan maknanya, itu adalah kejahatan versi teroris," katanya.

Jihad sendiri adalah menundukkan hawa nafsu dan amarah, ia menjelaskan, hal tersebut justru disebut jihad besar.

"Jangan bicara jihad itu untuk menundukkan pemimpin zalim, tundukkan dulu diri sendiri, itu perintah Nabi," tegasnya.