Jakarta (ANTARA News) - Keputusan melanjutkan penurunan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 6,75 persen pada Maret 2016 ini karena terjaganya proses pemulihan ekonomi domestik ditandai dengan laju inflasi yang terkendali, dan indikasi dari meredanya gejolak pasar keuangan global.

Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung di Jakarta, Kamis, mengatakan selain laju inflasi yang masih terjaga, tekanan global telah mereda, terbukti dari apresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing di beberapa pekan terakhir.

"Tadi malam Bank Sentral AS The Federal Reserve juga memutuskan sikap lebih dovish dari yang diperkirakan pasar, ini menjadi satu faktor juga," ujarnya. The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga 0,25-0,5 persen pada rapat Rabu malam waktu Indonesia, dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi AS yang moderat dan masih adanya risiko dari ekonomi global.

Dari sisi internal, Juda merujuk pada inflasi di dua bulan pertama 2016 yang tergolong rendah. Pada Januari 2016, inflasi bulanan sebesar 0,51 persen, dengan inflasi inti tercatat 0,29 persen. Sedangkan Februari 2016, justeru terjadi inflasi minus atau deflasi 0,09 persen, dan inflasi inti rendah 0,31 persen. Survei BI menyebutkan hingga pekan pertama Maret 2016, inflasi sebesar 0,05 persen.

Sementara itu nilai tukar rupiah beberapa pekan terakhir menunjukkan penguatan. Data dari kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menunjukkan pada 19 Februari 2016, kurs rupiah di level Rp 13.481 per dollar AS lalu turun jadi Rp 13.100 per dollar Kamis ini (17/3)

Di tengah situasi internal dan eksternal ekonomi yang lebih kondusif, bank sentral menilai perlu mengambil peluang penurunan kembali BI Rate, untuk mendorong permintaan masyarakat yang bisa memacu kegiatan ekonomi.

Namun, dengan pelonggaran moneter ini, Juda mengatakan, dalam beberapa waktu ke depan BI akan meningkatkan manfaat ekonomi dari penurunan BI Rate tersebut. Salah satu carannya dengan menerapkan struktur suku bunga operasi moneter yang konsisten.

Sebelum penurunan BI Rate, ujar Juda, suku bunga operasi moneter untuk satu minggu sebesar 5,7 persen. Namun, setelah penurunan BI Rate sejak Januari 2016, dan Giro Wajib Minimum Primer sejak Desember 2015, efektivitas transmisi kebijakan moneter terhadap perekonomian dinilai BI belum maksimal.

"BI ke depan akan lebih menekankan pada penguatan kerangka operasional melalui penerapan struktur suku bunga operasi moneter yang konsisten," katanya.

Juda mengatakan, setelah penurunan BI Rate Maret ini, suku bunga operasi moneter satu minggu menjadi 5,5 persen, dua minggu menjadi 5,6 persen, satu bulan menjadi 5,8 persen, 3 bulan menjadi 6,2 persen, 6 bulan menjadi 6,45 persen, 9 bulan menjadi 6,6 persen dan 12 bulan sama dgn BI rate 6,75 persen.