Surat Organda kepada Presiden soal angkutan berbasis online
16 Maret 2016 18:37 WIB
Unjuk Rasa Pengemudi Angkutan Umum Ratusan taksi diparkir di Silang Monas saat unjuk rasa menolak transportasi berbasis online di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (14/3).(ANTARA FOTO/Dean Wibowo)
Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda) mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo terkait penertiban angkutan berdaring (online) yang dianggap melakukan praktik ilegal.
"Kami menyampaikan beberapa fakta dan pandangan seputar aplikasi online yang menggunakan angkutan ilegal seperti Uber dan Grab Car," kata Ketua Umum DPP Organda Andre Djokosoetono melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Andre menuturkan penyelenggara transportasi umum berbasis online ilegal karena tidak memiliki izin pengusahaan angkutan secara resmi.
Menurut Andre, angkutan itu berdalih sistem angkutan berbagi (ride sharing) padahal merusak tarif (predatory pricing) angkutan umum yang melanggar aturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Dan melanggar asas keadilan bagi awak kendaraan umum resmi," tutur Andre.
Lebih lanjut, Andre menyatakan angkutan berbasis online seperti Uber dan Grab Car yang menerapkan harga rendah mematikan usaha pesaingnya perusahaan lokal dan menciptakan usaha tidak sehat seperti diatur UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Andre mengungkapkan praktik ilegal yang dilakukan Uber mengakibatkan kerugian bagi perusahaan angkutan umum lokal yang di bawah Organda mencapai 1,7 miliar USD selama sembilan bulan pada 2015.
Saat ini, Organda menaungi 1 juta pengusaha kecil dan 20 juta pengemudi angkutan umum tersebar pada 492 kabupaten/kota dan 33 provinsi di Indonesia.
Dijelaskan Andrea, negara liberal seperti Jepang, Korea Selatan, Meksiko, Australia dan Prancis telah melarang secara tegas sistem angkutan ride pricing tersebut karena lebih berpihak terhadap angkutan umum resmi dan menjaga persaingan usaha sehat.
"Kami menyampaikan beberapa fakta dan pandangan seputar aplikasi online yang menggunakan angkutan ilegal seperti Uber dan Grab Car," kata Ketua Umum DPP Organda Andre Djokosoetono melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Andre menuturkan penyelenggara transportasi umum berbasis online ilegal karena tidak memiliki izin pengusahaan angkutan secara resmi.
Menurut Andre, angkutan itu berdalih sistem angkutan berbagi (ride sharing) padahal merusak tarif (predatory pricing) angkutan umum yang melanggar aturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Dan melanggar asas keadilan bagi awak kendaraan umum resmi," tutur Andre.
Lebih lanjut, Andre menyatakan angkutan berbasis online seperti Uber dan Grab Car yang menerapkan harga rendah mematikan usaha pesaingnya perusahaan lokal dan menciptakan usaha tidak sehat seperti diatur UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Andre mengungkapkan praktik ilegal yang dilakukan Uber mengakibatkan kerugian bagi perusahaan angkutan umum lokal yang di bawah Organda mencapai 1,7 miliar USD selama sembilan bulan pada 2015.
Saat ini, Organda menaungi 1 juta pengusaha kecil dan 20 juta pengemudi angkutan umum tersebar pada 492 kabupaten/kota dan 33 provinsi di Indonesia.
Dijelaskan Andrea, negara liberal seperti Jepang, Korea Selatan, Meksiko, Australia dan Prancis telah melarang secara tegas sistem angkutan ride pricing tersebut karena lebih berpihak terhadap angkutan umum resmi dan menjaga persaingan usaha sehat.
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: