KPK usulkan PP pelaporan LHKPN
16 Maret 2016 16:54 WIB
Ilustrasi. Ketua Fraksi Golkar versi Munas Bali Ade Komaruddin (ketiga kiri) bersama Sekretaris fraksi Bambang Soesatyo (tengah), Anggota DPR dari fraksi Partai Golkar Titiek Soeharto (kedua kanan) dan anggota fraksi Partai Golkar lainnya merayakan kemenangan sengketa kepemimpinan Partai Golkar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/5/15). Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan kubu Aburizal Bakrie dalam sengketa kepemimpinan Partai Golkar.(ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jakarta (ANTARA News) - KPK mengusulkan penerbitan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pengetatan penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi pejabat, termasuk memuat sanksi yang tegas.
"Sekarang kita dorong ada PP (Peraturan Pemerintah) yang mengatur sanksi administratif secara jelas. Naskah akademik sudah kami susun dan PP ini jadi bahan wajib bagi pejabat-pejabat publik untuk menyampaikan dan kalau tidak dilakukan ada sanksinya yang jelas misalnya potong gaji, penundaan kenaikan pangkat, atau sebagai syarat wajib untuk promosi. Sanksinya harus jelas kalau misal sanksi pidana tidak bisa," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo Dari (anggota) DPR 2014-2019 yang melapor LHKPN sampai hari ini (baru) 62,75 persen, termasuk Ketua DPR Ade Komaruddin yang belum melaporkan LHKPN sejak 2010.
"Sekarang ini ada kementerian yang niatnya baik, setiap pejabat yang mau promosi harus melampirkan LHKPN, tapi ada juga yang masih cuek saja dan umumnya memang cuek. Makanya perlu kita buat PP. Harus jelas dan berlaku untuk semua. Sekarang kan LHKPN itu tergantung, kalau menterinya baik dia dorong kalau tidak? Makanya itu kita yang dorong keterbukaan dan penggunaannya jangan hanya administratif," tambah Pahala.
PP tersebut selain mengatur sanksi juga mengatur format pelaporan LHKPN.
"Sekarang kan seseorang dalam setahun tiga kali jabatan, ya harus tiga kali mengganti LHKPN. Nanti kita usulkan setahun sekali saja seperti SPT (surat pemberitahuan pajak) saja. Format kita buat gampang. Form A dan Form B. Form A saat pertama kali mengisi, Form B bagi mereka yang pernah mengisi jadi kita gabung biar mudah," jelas Pahala.
Form LHKPN tersebut nantinya juga tersedia dalam bentuk elektronik.
"Kita buat sederhana lewat elektronik, dilaporkan setahun sekali. Kalau misalnya tidak ada perubahan dengan hartanya, cukup bilang saja, tidak ada perubahan, sanksi kita atur juga," ungkap Pahala.
Saat ini, ada sejumlah peraturan yang mengatur mengenai pelaporan LHKPN yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Berdasarkan ketentuan tersebut, ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.
Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek; (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi
Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
"Sekarang kita dorong ada PP (Peraturan Pemerintah) yang mengatur sanksi administratif secara jelas. Naskah akademik sudah kami susun dan PP ini jadi bahan wajib bagi pejabat-pejabat publik untuk menyampaikan dan kalau tidak dilakukan ada sanksinya yang jelas misalnya potong gaji, penundaan kenaikan pangkat, atau sebagai syarat wajib untuk promosi. Sanksinya harus jelas kalau misal sanksi pidana tidak bisa," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo Dari (anggota) DPR 2014-2019 yang melapor LHKPN sampai hari ini (baru) 62,75 persen, termasuk Ketua DPR Ade Komaruddin yang belum melaporkan LHKPN sejak 2010.
"Sekarang ini ada kementerian yang niatnya baik, setiap pejabat yang mau promosi harus melampirkan LHKPN, tapi ada juga yang masih cuek saja dan umumnya memang cuek. Makanya perlu kita buat PP. Harus jelas dan berlaku untuk semua. Sekarang kan LHKPN itu tergantung, kalau menterinya baik dia dorong kalau tidak? Makanya itu kita yang dorong keterbukaan dan penggunaannya jangan hanya administratif," tambah Pahala.
PP tersebut selain mengatur sanksi juga mengatur format pelaporan LHKPN.
"Sekarang kan seseorang dalam setahun tiga kali jabatan, ya harus tiga kali mengganti LHKPN. Nanti kita usulkan setahun sekali saja seperti SPT (surat pemberitahuan pajak) saja. Format kita buat gampang. Form A dan Form B. Form A saat pertama kali mengisi, Form B bagi mereka yang pernah mengisi jadi kita gabung biar mudah," jelas Pahala.
Form LHKPN tersebut nantinya juga tersedia dalam bentuk elektronik.
"Kita buat sederhana lewat elektronik, dilaporkan setahun sekali. Kalau misalnya tidak ada perubahan dengan hartanya, cukup bilang saja, tidak ada perubahan, sanksi kita atur juga," ungkap Pahala.
Saat ini, ada sejumlah peraturan yang mengatur mengenai pelaporan LHKPN yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi; Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Berdasarkan ketentuan tersebut, ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.
Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek; (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi
Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: