Rupiah selasa pagi melemah menjadi Rp13.063
15 Maret 2016 09:58 WIB
Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9/2015). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Selasa pagi bergerak melemah sebesar 14 poin menjadi Rp13.063 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.049 per dolar AS.
"Laju nilai tukar rupiah tertahan terhadap dolar AS, pelaku pasar uang cenderung hati-hati menjelang pengumuman data neraca perdagangan. Sebagian pelaku pasar menunggu data impor sebagai salah satu indikator pertumbuhan di Februari tahun ini," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan bahwa sentimen harga minyak mentah dunia yang bergerak turun menambah sentimen negatif bagi mata uang komoditas, termasuk rupiah.
Harga minyak dunia terkoreksi menyusul kabar Iran yang akan menambah produksinya di tengah rencana beberapa negara untuk menahan produksinya.
Terpantau bahwa harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Selasa (15/3) pagi ini, berada di level 37,16 dolar AS per barel, turun 0,05 persen. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi 39,47 dolar AS per barel, melemah 0,15 persen.
Kendati demikian, menurut Rangga Cipta, pelemahan mata uang rupiah relatif terbatas mengingat peluang kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed fund rate) masih kecil serta peluang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang masih tinggi.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa perhatian pasar pada pekan ini akan tertuju pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC).
Bank sentral AS telah menegaskan bahwa pihaknya sedang dalam program kenaikan gradual suku bunganya di tahun 2016 dengan menyesuaikan kesehatan ekonomi.
"Data ekonomi AS masih bertentangan, data pekerja di AS menunjukkan peningkatan namun pertumbuhan upah masih memprihatinkan, sehingga kebijakan menaikan suku bunga diperkirakan tidak dalam waktu dekat," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, bank sentral Jepang (BOJ) juga diprediksi akan mempertahankan kebijakan moneternya pasca mengadopsi suku bunga negatif pada Januari lalu.
Dengan situasi demikian, maka investasi di Indonesia akan lebih kompetitif sehingga potensi pembalikan arah bagi rupiah cukup terbuka.
"Laju nilai tukar rupiah tertahan terhadap dolar AS, pelaku pasar uang cenderung hati-hati menjelang pengumuman data neraca perdagangan. Sebagian pelaku pasar menunggu data impor sebagai salah satu indikator pertumbuhan di Februari tahun ini," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan bahwa sentimen harga minyak mentah dunia yang bergerak turun menambah sentimen negatif bagi mata uang komoditas, termasuk rupiah.
Harga minyak dunia terkoreksi menyusul kabar Iran yang akan menambah produksinya di tengah rencana beberapa negara untuk menahan produksinya.
Terpantau bahwa harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Selasa (15/3) pagi ini, berada di level 37,16 dolar AS per barel, turun 0,05 persen. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi 39,47 dolar AS per barel, melemah 0,15 persen.
Kendati demikian, menurut Rangga Cipta, pelemahan mata uang rupiah relatif terbatas mengingat peluang kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed fund rate) masih kecil serta peluang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang masih tinggi.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa perhatian pasar pada pekan ini akan tertuju pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC).
Bank sentral AS telah menegaskan bahwa pihaknya sedang dalam program kenaikan gradual suku bunganya di tahun 2016 dengan menyesuaikan kesehatan ekonomi.
"Data ekonomi AS masih bertentangan, data pekerja di AS menunjukkan peningkatan namun pertumbuhan upah masih memprihatinkan, sehingga kebijakan menaikan suku bunga diperkirakan tidak dalam waktu dekat," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, bank sentral Jepang (BOJ) juga diprediksi akan mempertahankan kebijakan moneternya pasca mengadopsi suku bunga negatif pada Januari lalu.
Dengan situasi demikian, maka investasi di Indonesia akan lebih kompetitif sehingga potensi pembalikan arah bagi rupiah cukup terbuka.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: