KPK mulai periksa saksi terkait Budi Supriyanto
7 Maret 2016 12:37 WIB
Kepala Bagian Informasi KPK Priharsa Nugraha (kanan) bersama Plh Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati (kiri) memaparkan hasil penetapan tersangka anggota Komisi V DPR dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/3). (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/nz/16)
Jakarta (ANTARA News) - KPK mulai memeriksa saksi untuk tersangka anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Empat saksi tersebut adalah sopir pribadi anggota Komisi V dari fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti, Darmanto alias Manto dan Sahyo Samsudin.
Kemudian, tenaga ahli di Komisi V Suratin, serta karyawan swasta PT Windu Tunggal Utama Erwantoro.
"Empat saksi tersebut diperiksa untuk tersangka BSU (Budi Supriyanto)," kata pelaksana harian Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati di Jakarta, Senin.
Dalam perkara ini sejak 29 Februari 2016, KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dugaan penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Budi diketahui menerima uang 305 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,8 miliar) dari Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir yang juga sudah menjadi tersangka dalam kasus yang sama.
Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee sebesar 404 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,8 miliar) di mana 99 ribu dolar Singapura (sekitar Rp935 juta) sudah diberikan kepada Damayanti dan dua orang rekannya Dessy dan Julia.
KPK sudah menetapkan empat tersangka dalam perkara ini yaitu Damayanti, Julia Prasetyarini(UWI) dan Dessy A Edwin (DES) atas dugaan penerimaan suap masing-masing sebesar 33.000 dolar Singapura dan Direktur PT WTU Abdul Khoir sebagai tersangka pemberi suap.
Tujuan pemberian uang adalah agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.
Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.
Sejumlah anggota DPR Komisi V juga sudah diperiksa KPK dalam perkara ini. Anggota Komisi V dari fraksi Partai Hanura Fauzih Amro mengakui ada 22 orang anggota Komisi V yang melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seram pada 6-9 Agustus 2015.
Dalam kunjungan itu mereka mendengarkan mengenai kebutuhan untuk pembangunan jalan di daerah Pulau Seram dan sekitarnya yang masuk dalam wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX Kementerian PUPR.
KPK juga sudah mencegah keluar negeri selama 6 bulan Budi Supriyanto dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng. Termasuk menggeledah ruang Budi dan rekannya dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Yudi Widiana Adia.
Empat saksi tersebut adalah sopir pribadi anggota Komisi V dari fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti, Darmanto alias Manto dan Sahyo Samsudin.
Kemudian, tenaga ahli di Komisi V Suratin, serta karyawan swasta PT Windu Tunggal Utama Erwantoro.
"Empat saksi tersebut diperiksa untuk tersangka BSU (Budi Supriyanto)," kata pelaksana harian Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati di Jakarta, Senin.
Dalam perkara ini sejak 29 Februari 2016, KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dugaan penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Budi diketahui menerima uang 305 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,8 miliar) dari Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir yang juga sudah menjadi tersangka dalam kasus yang sama.
Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee sebesar 404 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,8 miliar) di mana 99 ribu dolar Singapura (sekitar Rp935 juta) sudah diberikan kepada Damayanti dan dua orang rekannya Dessy dan Julia.
KPK sudah menetapkan empat tersangka dalam perkara ini yaitu Damayanti, Julia Prasetyarini(UWI) dan Dessy A Edwin (DES) atas dugaan penerimaan suap masing-masing sebesar 33.000 dolar Singapura dan Direktur PT WTU Abdul Khoir sebagai tersangka pemberi suap.
Tujuan pemberian uang adalah agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.
Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.
Sejumlah anggota DPR Komisi V juga sudah diperiksa KPK dalam perkara ini. Anggota Komisi V dari fraksi Partai Hanura Fauzih Amro mengakui ada 22 orang anggota Komisi V yang melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seram pada 6-9 Agustus 2015.
Dalam kunjungan itu mereka mendengarkan mengenai kebutuhan untuk pembangunan jalan di daerah Pulau Seram dan sekitarnya yang masuk dalam wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX Kementerian PUPR.
KPK juga sudah mencegah keluar negeri selama 6 bulan Budi Supriyanto dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng. Termasuk menggeledah ruang Budi dan rekannya dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Yudi Widiana Adia.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016
Tags: