Jakarta (ANTARA News) - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menegaskan MPR tidak ingin sembarangan mengubah konstitusi, sekalipun banyak pihak telah sepakat haluan negara itu penting.
"Ini menyangkut konstitusi, kita harus bicara kepada semuanya. Ini milik Indoneisia, milik kita. Maka harus diperluas ownership-nya," ujar Zulkifli ketika menjadi pembicara penutup di seminar nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTNHAN) di Jakarta, Jumat, seperti disampaikan dalam keterangan tertulis MPR.
Kendati begitu, lanjut dia, MPR melalui rapat gabungan -- sebuah rapat untuk mengambil putusan tertinggi -- menetapkan untuk melaksanakan tahapan-tahapan untuk merealisasikan GBHN melalui amandemen terbatas UUD 1945.
Badan Anggaran MPR bahkan akan menyiapkan anggaran bila wacana ini benar-benar terealisasi di 2016 ini.
"Kalau dulu, semangat mengubah konstitusi sampai empat tahap, nah sekarang kita harus hati-hati," kata dia.
MPR juga akan mendiskusikan dengan 50 perguruan tinggi di Indonesia, para pakar hukum tata negara, ormas-ormas seperti Muhammadiyah, NU, Kristen, Budha, Hindu dan sebagainya, untuk mendapatkan masukan apakah haluan negara memang perlu.
Pendapat rakyat juga akan diambil.
"Nanti kalau sudah ada keputusan, ya, kita perlu haluan negara berikut isinya, baru kita lanjutkan dengan partai politik untuk melakukan tahapan selanjutnya. Tapi kalau keputusannya nanti dulu, ya sudah," tutur Zulkifli.
Dia mengingatkan, haluan negara menjadi penting untuk menyikapi perkembangan terakhir, terutama menghadapi pasar bebas ASEAN (MEA). Tentu haluan negara yang dibutuhkan adalah haluan negara yang konprehensif, bagaimana menghadapi 100 tahun mendatang.
Haluan negara ini bukan hanya menyangkut kebijakan ekonomi, melainkan juga sosial budaya, politik dan keamanan, dan wawasan kebangsaan.
MPR tak ingin sembarangan amandemen konstitusi
4 Maret 2016 18:21 WIB
Ketua MPR Zulkifli Hasan. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016
Tags: