BNPB: Gempa Samudera Hindia sebagai media evaluasi
4 Maret 2016 03:38 WIB
Dokumentasi--Warga Padang Mengungsi Setelah Gempa Bumi Warga mengungsi setelah terjadinya gempa berpotensi tsunami di Kota Padang, Sumatera Barat, Rabu (2/3). BMKG merilis gempa berkekuatan 7,8 Skala Richter pada pukul 19.49 WIB mengguncang Kabupaten Kepulauan Mentawai dan berpotensi tsunami sehingga membuat kepanikan warga dan mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Padang (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei meminta agar gempa 7.8 SR di Barat Daya Mentawai/Samudera Hindia, Rabu (2/3) malam dijadikan media untuk mengevaluasi kesiapan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana.
"Ada hikmah yang sangat besar di balik bencana gempa ini. Meskipun sempat membuat banyak warga mengungsi, tetapi ini merupakan bahan evaluasi yang tidak ternilai harganya," katanya saat menghadiri rapat evaluasi pasca-bencana gempa Mentawai/Samudera Hindia di Padang, Kamis.
Menurutnya, kelemahan dan kekurangan dari cara penanganan bencana gempa dan tsunami di Sumbar telah tergambar dengan baik saat kejadian gempa itu.
"Semua pemangku kepentingan, harus melakukan evaluasi menyeluruh," tegasnya.
Ia mengatakan, evaluasi yang penting itu, terkait apakah Early Warning System (EWS) sudah berjalan dengan baik, apakah masyarakat benar-benar telah memahami apa yang harus dilakukan setelah EWS, bagaimana kesiapan shelter untuk menampung masyarakat, dan apakah jalur evakuasi sudah memadai.
"Ini semua sangat berkaitan dengan keselamatan masyarakat jika benar-benar terjadi bencana," katanya.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno terkait penanganan pasca gempa 7.8 SR di Barat Daya Mentawai tersebut.
"Semalam, kita upayakan agar masyarakat bisa melakukan evakuasi dengan baik melalui jalur evakuasi yang ada, memanfaatkan shelter dan tidak panik," katanya.
Imbauan kepada masyarakat tersebut menurutnya dilakukan melalui media radio.
Namun, ia mengakui masih ada sejumlah kekurangan yang terlihat sepeti tidak semua EWS yang berfungsi, tidak semua serine peringatan tsunami yang berbunyi dan kemacetan pada sejumlah jalur evakuasi.
Menurutnya, yang terpenting dilakukan pasca gempa adalah sosialisasi yang lebih intens kepada masyarakat.
"Kemaren itu, masyarakat yang tinggal di zona hijau, atau tidak terkena bahaya tsunami, ikut mengungsi ke tempat tinggi. Padahal itu tidak perlu, bahkan hanya memadatkan jalur evakuasi saja," katanya.
Ia mengatakan, pemahaman tersebut perlu ditekankan kepada masyarakat.
Pelaksana tugas (Plt) BPBD Sumbar Zulfiatno mengatakan, menurut data, masyarakat Sumbar yang terancam tsunami di Sumbar berjumlah 951 ribu jiwa, tersebar pada tujuh kabupaten dan kota di pesisir pantai.
"Untuk mengakomodasi semua, dibutuhkan 211 shelter. Sementara, yang ada saat ini baru 37 shelter," katanya.
Selain evakuasi vertikal melalui shelter, masyarakat juga bisa menyelamatkan diri melalui evakuasi horizontal memanfaatkan jalur evakuasi.
"Namun, dari 76 ruas jalur yang dibutuhkan, belum sampai setengahnya yang telah tersedia," katanya.
Ia mengatakan, hal itu harus menjadi pertimbangan untuk masa datang.
Namun, yang terlebih penting menurutnya adalah membentuk reflek masyarakat, agar saat terjadi bencana langsung tau apa yang harus dikerjakan.
"Ini hanya bisa dibentuk dengan simulasi yang rutin. Minimal tiga kali setahun untuk satu jenis bencana," katanya.
Wali kota Padang, Mahyeldi Ansharullah mengatakan, untuk penanggulangan bencana tersebut, pihaknya merencanakan membangun tambahan shelter dan jalur evakuasi.
"Untuk jalur evakusasi, pihaknya menyiapkan Detail Engineering Design (DED) untuk 17 ruas jalan," katanya.
Sementara itu, pihak kabupaten dan kota lain meminta agar saluran komunikasi dan prosedur standar untuk membunyikan serine peringatan dini tsunami antara semua daerah disamakan.
"Saluran komunikasi ini merupakan hal yang vital dan tidak bisa tidak," kata Wakil Wali kota Pariaman, Genius Umar.
"Ada hikmah yang sangat besar di balik bencana gempa ini. Meskipun sempat membuat banyak warga mengungsi, tetapi ini merupakan bahan evaluasi yang tidak ternilai harganya," katanya saat menghadiri rapat evaluasi pasca-bencana gempa Mentawai/Samudera Hindia di Padang, Kamis.
Menurutnya, kelemahan dan kekurangan dari cara penanganan bencana gempa dan tsunami di Sumbar telah tergambar dengan baik saat kejadian gempa itu.
"Semua pemangku kepentingan, harus melakukan evaluasi menyeluruh," tegasnya.
Ia mengatakan, evaluasi yang penting itu, terkait apakah Early Warning System (EWS) sudah berjalan dengan baik, apakah masyarakat benar-benar telah memahami apa yang harus dilakukan setelah EWS, bagaimana kesiapan shelter untuk menampung masyarakat, dan apakah jalur evakuasi sudah memadai.
"Ini semua sangat berkaitan dengan keselamatan masyarakat jika benar-benar terjadi bencana," katanya.
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno terkait penanganan pasca gempa 7.8 SR di Barat Daya Mentawai tersebut.
"Semalam, kita upayakan agar masyarakat bisa melakukan evakuasi dengan baik melalui jalur evakuasi yang ada, memanfaatkan shelter dan tidak panik," katanya.
Imbauan kepada masyarakat tersebut menurutnya dilakukan melalui media radio.
Namun, ia mengakui masih ada sejumlah kekurangan yang terlihat sepeti tidak semua EWS yang berfungsi, tidak semua serine peringatan tsunami yang berbunyi dan kemacetan pada sejumlah jalur evakuasi.
Menurutnya, yang terpenting dilakukan pasca gempa adalah sosialisasi yang lebih intens kepada masyarakat.
"Kemaren itu, masyarakat yang tinggal di zona hijau, atau tidak terkena bahaya tsunami, ikut mengungsi ke tempat tinggi. Padahal itu tidak perlu, bahkan hanya memadatkan jalur evakuasi saja," katanya.
Ia mengatakan, pemahaman tersebut perlu ditekankan kepada masyarakat.
Pelaksana tugas (Plt) BPBD Sumbar Zulfiatno mengatakan, menurut data, masyarakat Sumbar yang terancam tsunami di Sumbar berjumlah 951 ribu jiwa, tersebar pada tujuh kabupaten dan kota di pesisir pantai.
"Untuk mengakomodasi semua, dibutuhkan 211 shelter. Sementara, yang ada saat ini baru 37 shelter," katanya.
Selain evakuasi vertikal melalui shelter, masyarakat juga bisa menyelamatkan diri melalui evakuasi horizontal memanfaatkan jalur evakuasi.
"Namun, dari 76 ruas jalur yang dibutuhkan, belum sampai setengahnya yang telah tersedia," katanya.
Ia mengatakan, hal itu harus menjadi pertimbangan untuk masa datang.
Namun, yang terlebih penting menurutnya adalah membentuk reflek masyarakat, agar saat terjadi bencana langsung tau apa yang harus dikerjakan.
"Ini hanya bisa dibentuk dengan simulasi yang rutin. Minimal tiga kali setahun untuk satu jenis bencana," katanya.
Wali kota Padang, Mahyeldi Ansharullah mengatakan, untuk penanggulangan bencana tersebut, pihaknya merencanakan membangun tambahan shelter dan jalur evakuasi.
"Untuk jalur evakusasi, pihaknya menyiapkan Detail Engineering Design (DED) untuk 17 ruas jalan," katanya.
Sementara itu, pihak kabupaten dan kota lain meminta agar saluran komunikasi dan prosedur standar untuk membunyikan serine peringatan dini tsunami antara semua daerah disamakan.
"Saluran komunikasi ini merupakan hal yang vital dan tidak bisa tidak," kata Wakil Wali kota Pariaman, Genius Umar.
Pewarta: Agung Pambudi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: