LIPI manfaatkan limbah sawit untuk bioplastik murni
3 Maret 2016 21:28 WIB
Petani menata tandan buah segar (TBS) kelapa sawit hasil panen miliknya di tempat penampungan sementara kelapa sawit Bram Itam, Tanjung Jabung Barat, Jambi, Kamis (4/2/2016). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan) ()
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti pada Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memanfaatkan limbah sawit dengan mengolah tandan kosong kelapa sawit menjadi bioplastik murni yang mudah terdegradasi secara biologis.
"Bioplastik dengan biobased ini merupakan bioplastik murni yang 100 persen dibuat dari bagian tanaman atau biomassa. Yang kami kembangkan saat ini berasal dari tandan kosong kelapa sawit," kata Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI Agus Haryono di Jakarta, Kamis.
Pengembangan plastik ini, ia mengatakan memanfaatkan polimer yang diperoleh dari poliasam laktat (PLA), yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit, yang telah melewati proses fermentasi.
Proses fermentasi tersebut, menurut dia, dilakukan dengan menggunakan mikroba. Dan polimerisasi baru dilakukan setelah pemurnian asam laktat dilakukan mikroba.
"Hasilnya, poliester yang mudah terdegradasi secara biologis," ujar dia.
Bioplastik dari PLA ini lebih getas dan kaku, namun dapat dikombinasikan dengan plasticizer dari alam supaya lebih lembut. Bioplastik dari singkong pun, menurut dia, juga sebenarnya getas namun bisa diperkuat.
"Harganya masih mahal, delapan kali lipat dari plastik biasa," ujar Agus.
Meski demikian, ia mengatakan yakin jika permintaan bioplastik murni ini akan meningkat saat harga minyak bumi melonjak lagi, dan permintaan plastik semakin tinggi, sehingga produksi akan meningkat dan harga menjadi semakin murah.
Dengan melakukan efisiensi dalam proses pembuatan dan membuatnya skala besar, menurut dia, akan membuat harga bioplastik murni akan menjadi murah.
Pemanfaatan bioplastik "biobased" yang karbonnya terbuat dari bahan terbarukan seperti gula, pati atau minyak nabati ini, lanjutnya, sudah banyak digunakan di Eropa terutama untuk keperluan media seperti tempat obat.
Perdebatan, menurut dia, masih terjadi terkait plastik yang terdegradasi. Versi pertama berpendapat plastik yang terdegradasi merupakan yang mudah terurai menjadi serpihan kecil berukuran mikro, namun versi kedua berpendapat bahwa plastik harus bisa terurai dan menjadi gas dan oksigen.
"Bioplastik dengan biobased ini merupakan bioplastik murni yang 100 persen dibuat dari bagian tanaman atau biomassa. Yang kami kembangkan saat ini berasal dari tandan kosong kelapa sawit," kata Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI Agus Haryono di Jakarta, Kamis.
Pengembangan plastik ini, ia mengatakan memanfaatkan polimer yang diperoleh dari poliasam laktat (PLA), yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit, yang telah melewati proses fermentasi.
Proses fermentasi tersebut, menurut dia, dilakukan dengan menggunakan mikroba. Dan polimerisasi baru dilakukan setelah pemurnian asam laktat dilakukan mikroba.
"Hasilnya, poliester yang mudah terdegradasi secara biologis," ujar dia.
Bioplastik dari PLA ini lebih getas dan kaku, namun dapat dikombinasikan dengan plasticizer dari alam supaya lebih lembut. Bioplastik dari singkong pun, menurut dia, juga sebenarnya getas namun bisa diperkuat.
"Harganya masih mahal, delapan kali lipat dari plastik biasa," ujar Agus.
Meski demikian, ia mengatakan yakin jika permintaan bioplastik murni ini akan meningkat saat harga minyak bumi melonjak lagi, dan permintaan plastik semakin tinggi, sehingga produksi akan meningkat dan harga menjadi semakin murah.
Dengan melakukan efisiensi dalam proses pembuatan dan membuatnya skala besar, menurut dia, akan membuat harga bioplastik murni akan menjadi murah.
Pemanfaatan bioplastik "biobased" yang karbonnya terbuat dari bahan terbarukan seperti gula, pati atau minyak nabati ini, lanjutnya, sudah banyak digunakan di Eropa terutama untuk keperluan media seperti tempat obat.
Perdebatan, menurut dia, masih terjadi terkait plastik yang terdegradasi. Versi pertama berpendapat plastik yang terdegradasi merupakan yang mudah terurai menjadi serpihan kecil berukuran mikro, namun versi kedua berpendapat bahwa plastik harus bisa terurai dan menjadi gas dan oksigen.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: