Sri Astari Rasjid gelar pameran "Yang Terhormat Ibu"
28 Februari 2016 01:37 WIB
ilustrasi Pameran Lukisan Basuki Abdullah Pengunjung mengamati lukisan karya Basuki Abdullah dalam pameran "Rayuan 100 Tahun Basuki Abdullah" di Museum Nasional, Jakarta, Senin (21/9/2015). (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)
Sleman (ANTARA News) - Seniman Sri Astari Rasjid menggelar pemeran retrospektif "Yang Terhormat Ibu" di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sabtu malam.
Pameran sekaligus menandai 30 tahun Sri Astari berkarya tersebut menampilkan 27 karya, dari lukisan, fotografi, patung, dan instalasi.
Pembukaan pameran dihadiri sejumlah tokoh, seperti Surya Paloh, GKR Hemas, Jan Darmadi, Maxi Gunawan, Eros Jarot, Romo Mudji Sutrisno, dan Siti Hediati Hariyadi atau Titi Soeharto.
Ditemui di sela pameran Surya Paloh menyampaikan rasa bangganya kepada sosok Sri Astari.
"Sebagai seniman dan budayawan yang menjadi duta besar, Sri Astari dapat mengemban dengan baik misi khusus memperkenalkan budaya Indonesia di luar negeri.," katanya.
Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas, dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi atas pameran Yang Terhormat Ibu.
"Pameran tersebut menunjukkan "The Power of Mother" menempatkan ibu sebagai sumber kehidupan. Pentingnya sosok Ibu kental dalam budaya Jawa, misalnya dalam bangunan rumah Jawa," katanya.
Menurut dia, dalam rumah Jawa ada satu ruang senthong yang menjadi tempat bersemayam Dewi Sri (dewi kesuburan).
"Diharapkan Sri Astari sukses dengan tugas barunya sebagai Duta Besar Republik Bulgaria merangkap Republik Albania dan Republik Makedonia," katanya.
Selain itu, Sri Astari diharapkan dapat terus mengisi dinamika budaya dan memberi bentuk baru yang tidak melenceng.
Sementara itu, Sri Astari Rasjid menyampaikan, pameran restrospektif tersebut dibuat untuk menghormati sosok ibu yang memiliki rahim tempat berlangsungnya penciptaan manusia.
"Dalam diri manusia selalu terdapat dua daya atau energi, yaitu maskulin dan feminim. Dua daya tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan konteks sosio-historis yang berbeda-beda," katanya.
Secara khusus Astari banyak mengambil inspirasi karya-karyanya dari kultur asalnya, yaitu budaya Jawa.
"Saya memandang Jawa sebagai rahim kultural tempat saya lahir dan kemudian menjelajah ke mana saja dan tempat saya berpulang," katanya.
Dalam pameran restrospektif tersebut, selain karya-karya seni rupa dan tari, akan ditampilkan pula pentas puisi Jawa dan pegelaran wayang kulit dengan dalang Ki Seno Nugroho.
Pameran sekaligus menandai 30 tahun Sri Astari berkarya tersebut menampilkan 27 karya, dari lukisan, fotografi, patung, dan instalasi.
Pembukaan pameran dihadiri sejumlah tokoh, seperti Surya Paloh, GKR Hemas, Jan Darmadi, Maxi Gunawan, Eros Jarot, Romo Mudji Sutrisno, dan Siti Hediati Hariyadi atau Titi Soeharto.
Ditemui di sela pameran Surya Paloh menyampaikan rasa bangganya kepada sosok Sri Astari.
"Sebagai seniman dan budayawan yang menjadi duta besar, Sri Astari dapat mengemban dengan baik misi khusus memperkenalkan budaya Indonesia di luar negeri.," katanya.
Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas, dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi atas pameran Yang Terhormat Ibu.
"Pameran tersebut menunjukkan "The Power of Mother" menempatkan ibu sebagai sumber kehidupan. Pentingnya sosok Ibu kental dalam budaya Jawa, misalnya dalam bangunan rumah Jawa," katanya.
Menurut dia, dalam rumah Jawa ada satu ruang senthong yang menjadi tempat bersemayam Dewi Sri (dewi kesuburan).
"Diharapkan Sri Astari sukses dengan tugas barunya sebagai Duta Besar Republik Bulgaria merangkap Republik Albania dan Republik Makedonia," katanya.
Selain itu, Sri Astari diharapkan dapat terus mengisi dinamika budaya dan memberi bentuk baru yang tidak melenceng.
Sementara itu, Sri Astari Rasjid menyampaikan, pameran restrospektif tersebut dibuat untuk menghormati sosok ibu yang memiliki rahim tempat berlangsungnya penciptaan manusia.
"Dalam diri manusia selalu terdapat dua daya atau energi, yaitu maskulin dan feminim. Dua daya tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan konteks sosio-historis yang berbeda-beda," katanya.
Secara khusus Astari banyak mengambil inspirasi karya-karyanya dari kultur asalnya, yaitu budaya Jawa.
"Saya memandang Jawa sebagai rahim kultural tempat saya lahir dan kemudian menjelajah ke mana saja dan tempat saya berpulang," katanya.
Dalam pameran restrospektif tersebut, selain karya-karya seni rupa dan tari, akan ditampilkan pula pentas puisi Jawa dan pegelaran wayang kulit dengan dalang Ki Seno Nugroho.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: