PDAM gunakan 1,8 ton tawas per hari untuk atasi kekeruhan
26 Februari 2016 23:39 WIB
Petugas memeriksa delapan buah filter air di lokasi pengolahan air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Padang, di Lubuk Minturun, Padang, Sumbar, Selasa (10/5). PDAM baru dapat memenuhi 65 persen atau 79.000 pelanggan dari total warga Padang, namun pada 2015 akan ditingkatkan hingga 80 persen sesuai MDGs. (ANTARA/Iggoy el Fitra)
Kendari (ANTARA News) - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengatakan, pihaknya setiap hari menggunakan 1,8 ton tawas atau penjernih air untuk mengatasi kekeruhan.
"Penggunaan bahan penjernih saat ini meningkat dibanding saat musim kemarau, akibat tingkat kekeruhan air baku yang sangat tinggi," kata Direktur PDAM Kendari, Damin di Kendari, Jumat.
Ia mengatakan, sebelum kemarau pihaknya hanya menggunakan 600 kilogram tawas per hari, sedangkan saat muslim hujan menginkat tiga kali lipat.
"Ini artinya biaya produksi air juga meningkat karena untuk pembelian tawas," kata Damin.
Menurut Damin, dari beberapa sumber air baku PDAM Kendari, yang paling tinggi tingkat kekeruhannya adalah Sungai Pohara.
"Tingkat kekeruhan air baku di Sungai Pohara saat ini mencapai 445 nephelometric turbidity units (NTU)," katanya.
Dikatakan, kekeruhan air beku sumber air PDAM Kendari terjadi akibat aktivitas tambang di daerah aliran sungai sehingga pada saat musim hujan menyebabkan air sungai keruh.
"Setelah dilakukan pengolahan melalui penjernihan, maka tingkat kekeruhan dari 455 NTU turun menjadi 2,3 NTU," katanya.
Menurut dia, tingkat kekeruhan yang disalurkan ke masyarakat setelah pengolahan adalah 2,3 NTU, sedangkan standarnya untuk layak konsumsi adalah dibawah lima NTU.
"Penggunaan bahan penjernih saat ini meningkat dibanding saat musim kemarau, akibat tingkat kekeruhan air baku yang sangat tinggi," kata Direktur PDAM Kendari, Damin di Kendari, Jumat.
Ia mengatakan, sebelum kemarau pihaknya hanya menggunakan 600 kilogram tawas per hari, sedangkan saat muslim hujan menginkat tiga kali lipat.
"Ini artinya biaya produksi air juga meningkat karena untuk pembelian tawas," kata Damin.
Menurut Damin, dari beberapa sumber air baku PDAM Kendari, yang paling tinggi tingkat kekeruhannya adalah Sungai Pohara.
"Tingkat kekeruhan air baku di Sungai Pohara saat ini mencapai 445 nephelometric turbidity units (NTU)," katanya.
Dikatakan, kekeruhan air beku sumber air PDAM Kendari terjadi akibat aktivitas tambang di daerah aliran sungai sehingga pada saat musim hujan menyebabkan air sungai keruh.
"Setelah dilakukan pengolahan melalui penjernihan, maka tingkat kekeruhan dari 455 NTU turun menjadi 2,3 NTU," katanya.
Menurut dia, tingkat kekeruhan yang disalurkan ke masyarakat setelah pengolahan adalah 2,3 NTU, sedangkan standarnya untuk layak konsumsi adalah dibawah lima NTU.
Pewarta: Suparman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: