Pengamat: kantong plastik berbayar harus mahal
24 Februari 2016 12:14 WIB
Konsumen membawa barang yang telah dibeli menggunakan kantong plastik di salah satu mini market di Pasar baru, Jakarta, Minggu (21/2). Pemerintah mulai menguji coba penerapan kantong plastik berbayar di ritel modern secara serentak di 17 kota Indonesia dengan pembayaran Rp 200 per kantong plastik. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Ternate (ANTARA News) - Pengamat lingkungan dari Universitas Khairun Ternate Thamrin Ali Ibrahim mengatakan kantong plastik berbayar yang disediakan pasar modern harus mahal, sehingga bisa mendorong masyarakat yang datang berbelanja untuk membawa kantong plastik sendiri.
"Kalau kantong plastik berbayar itu hanya ditebus Rp200 per kantong, pasti masyarakat tidak akan terdorong untuk membawa kantong plastik dari rumah, berbeda kalau nilai tebusannya diatas Rp5.000 per kantong," katanya di Ternate, Rabu, menangapi kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai pemberlakukan kantong plastik berbayar di pasar modern.
Menurut dia, pemberlakuan kantong plastik berbayar tersebut memang sangat tepat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, yang belakangan ini menimbulkan masalah besar bagi lingkungan karena kontribusinya sangat besar terhadap produksi sampah.
Sampah plastik, kata Thamrin Ali Ibrahim, sangat merusak lingkungan karena proses penguraiannya yang membutuhkan waktu 500 tahun sampai 1.000 tahun, sehingga sangat tepat kalau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan langkah pengurangan pemanfaatannya seperti melalui kantong plastik berbayar.
Ia mengatakan, pemberlakuan kantong plastik berbayar tersebut sebaiknya jangan hanya di pasaran modern, tetapi juga harus di pasar tradisional karena penggunaan kantong plastik di pasar tradisional justru lebih besar.
Namun, menurut dia, harus disertai dengan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat mengenai penerapan kantong plastik berbayar tersebut, termasuk mengenai bahaya kantong plastik bagi lingkungan sehingga masyarakat bisa menerima dan mendukungnya.
Selain itu, pemerintah harus memberikan solusi sehingga masyarakat selama ini mengandalkan penggunakan kantong plastik, terutama para pedagang tidak kesulitan untuk mendapatkan sarana yang fungsinya sama tanpa berdampak negatif terhadap lingkungan, ujarnya.
Thamrin Ali Ibrahim menambahkan, produk kearifan lokal yang bisa dimanfaatkan untuk tempat berbelanja, seperti tas belanja dari anyaman bambu atau rotan perlu dihidupkan kembali, karena produk seperti ini lebih ramah lingkungan dan mudah diperoleh di masyarakat.
"Kalau kantong plastik berbayar itu hanya ditebus Rp200 per kantong, pasti masyarakat tidak akan terdorong untuk membawa kantong plastik dari rumah, berbeda kalau nilai tebusannya diatas Rp5.000 per kantong," katanya di Ternate, Rabu, menangapi kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai pemberlakukan kantong plastik berbayar di pasar modern.
Menurut dia, pemberlakuan kantong plastik berbayar tersebut memang sangat tepat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, yang belakangan ini menimbulkan masalah besar bagi lingkungan karena kontribusinya sangat besar terhadap produksi sampah.
Sampah plastik, kata Thamrin Ali Ibrahim, sangat merusak lingkungan karena proses penguraiannya yang membutuhkan waktu 500 tahun sampai 1.000 tahun, sehingga sangat tepat kalau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan langkah pengurangan pemanfaatannya seperti melalui kantong plastik berbayar.
Ia mengatakan, pemberlakuan kantong plastik berbayar tersebut sebaiknya jangan hanya di pasaran modern, tetapi juga harus di pasar tradisional karena penggunaan kantong plastik di pasar tradisional justru lebih besar.
Namun, menurut dia, harus disertai dengan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat mengenai penerapan kantong plastik berbayar tersebut, termasuk mengenai bahaya kantong plastik bagi lingkungan sehingga masyarakat bisa menerima dan mendukungnya.
Selain itu, pemerintah harus memberikan solusi sehingga masyarakat selama ini mengandalkan penggunakan kantong plastik, terutama para pedagang tidak kesulitan untuk mendapatkan sarana yang fungsinya sama tanpa berdampak negatif terhadap lingkungan, ujarnya.
Thamrin Ali Ibrahim menambahkan, produk kearifan lokal yang bisa dimanfaatkan untuk tempat berbelanja, seperti tas belanja dari anyaman bambu atau rotan perlu dihidupkan kembali, karena produk seperti ini lebih ramah lingkungan dan mudah diperoleh di masyarakat.
Pewarta: La Ode Aminuddin
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: