Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tercatat telah menerbitkan surat utang negara hingga 16 Februari 2016 sebesar Rp135,9 triliun yang dimanfaatkan untuk pembiayaan program pembangunan yang tercantum dalam APBN.

"Menghitung lelang Selasa (16/2) kemarin, dan settlement hari ini, telah dilelang Rp135,9 triliun. Mulai akhir Desember sampai 18 Februari, untuk amankan pembiayaan defisit APBN 2016," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di Jakarta, Kamis.

Robert menjelaskan penarikan utang yang cukup tinggi itu sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin melakukan strategi penjualan surat berharga negara mulai awal tahun (front loading) untuk menutup defisit anggaran.

Pemerintah menargetkan penerbitan surat berharga negara hingga 62 persen dari perkiraan kotor dalam APBN sebesar Rp542 triliun pada semester I-2016 atau sekitar Rp320 triliun-Rp340 triliun agar kas negara tetap terjaga.

Robert tidak menjelaskan kemungkinan pemerintah akan menambah utang lebih banyak dari yang direncanakan tahun ini, karena pemerintah hanya menerbitkan surat berharga negara sesuai kebutuhan untuk menjaga defisit anggaran 2,15 persen terhadap PDB.

"Menambah suplai issuance tergantung defisit APBN, saat ini defisit 2,15 persen dengan rencana penerbitan netto Rp327 triliun dan dengan jumlah (utang) jatuh tempo di 2016, target bruto Rp542 triliun," jelasnya.

Menambal pembiayaan melalui instrumen surat utang menjadi andalan pemerintah sejak awal tahun untuk menutup defisit fiskal, karena penerimaan pajak belum bisa menjadi andalan pos pendapatan negara pada periode itu.

Padahal, pemerintah saat ini telah mendorong penyerapan belanja Kementerian Lembaga terutama untuk pembangunan infrastruktur sejak Januari agar roda perekonomian bisa berjalan lebih efektif dari tahun-tahun sebelumnya.

Tingginya belanja negara pada 2016 terlihat dari realisasi hingga 5 Februari yaitu mencapai Rp164,9 triliun, bandingkan dengan penerimaan negara yang baru mencapai Rp94,9 triliun, sehingga defisit anggaran telah mencapai Rp70 triliun atau 0,55 persen terhadap PDB.