Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana menilai Indonesia tidak terpengaruh dengan kebijakan keamanan Jepang yang baru digagas oleh PM Abe pada September 2015 lalu.

Selain letak geografis yang cukup jauh, sensifitas Indonesia dengan Jepang tidak setajam sensitifitas negara-negara tetangga Jepang di Asia Timur seperti Tiongkok, Korea Utara, Korea Selatan, hingga Taiwan.

"Kita (Indonesia) enggak (terpengaruh). Dijajah dulu hanya tiga setengah tahun. Belum lagi masalah ekonomi lebih besar dan menghilangkan sensitif kita. Walaupun sensitif itu masih muncul ke generasi senior. Kalau yang baru enggak," kata Hikmahanto saat seminar terbuka di Universitas Indonesia mengenai Peluang dan Tantangan Kebijakan Keamanan Jepang, Kamis.

Meski begitu, pengambil kebijakan di dalam negeri tetap harus berhati-hati dan tetap dapat ikut berperan melalui ASEAN.

"Kepedulian Indonesia bisa dilakukan ketika ada perdamaian yang terganggu," kata dia.

Jejak Jepang di masa lalu dalam mengokupansi negara-negara di Asia Timur dan tenggara memang menimbulkan kekhawatiran negara lain ketika Jepang hendak memperbaharui kebijakan keamanannya. Terlebih, Laut Cina Selatan diperkirakan akan menjadi pusat dari kekhawatiran itu.

"Sejak awal setiap kali ada new policy berkaitan dengan trade yang mereka hadapi. Tapi jepang punya masa lalu. Kalau ga ada past experience mereka bisa bangun semaunya," kata dia.

Oleh karena itu, dia menyarankan Jepang bisa terlibat dalam operasi militer PBB, tetapi sebaiknya menjauhkan diri dalam partisipasi operasi PBB di kawasannya.

"Kalau ke Suriah silakan di sana jejak Jepang enggak ada. Kalau di wilayah ini ada jejak Jepang, mereka khawatir, remilitarisasi lagi, ingat lagi," kata dia.