London (ANTARA News) - Saham-saham Eropa berbalik naik atau "rebound" pada Jumat, didorong harga minyak yang lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi Jerman yang mantap dan meningkatnya penjualan ritel AS, mengembalikan beberapa penurunan minggu ini di tengah kekhawatiran resesi global.

Pasar London melonjak tiga persen lebih tinggi dengan indeks FTSE 100 naik 3,1 persen menjadi ditutup pada 5.707,60 poin, indeks DAX 30 di Frankfurt naik 2,5 persen menjadi berakhir di 8.967,51 poin dan indeks CAC 40 di Paris naik 2,5 persen menjadi 3.995,06 poin.

Pasar saham utama Eropa mengabaikan kemerosotan lain di pasar Asia, karena para investor menyambut baik berita bahwa ekonomi Jerman tumbuh mantap 0,3 persen pada kuartal keempat.

Sementara itu harga minyak dunia naik di tengah harapan baru pengurangan produksi OPEC, satu hari setelah jatuh ke posisi terendah dalam jangka 13 tahun karena bertahannya kelebihan pasokan minyak mentah global.

Pasar saham utama Eropa juga didukung oleh perburuan saham-saham murah setelah hari bencana lain pada Kamis, ketika Frankfurt merosot 2,9 persen, Paris jatuh 4,1 persen dan London turun 2,4 persen.

Meskipun pada Jumat mencatat keuntungan, pasar Eropa masih turun tajam dari awal tahun. Milan telah kehilangan hampir 23 persen dari nilainya, Frankfurt lebih dari 16 persen, Paris hampir 14 persen dan London lebih dari delapan persen.

Ekuitas Wall Street juga terangkat lebih tinggi pada Jumat setelah data menunjukkan penjualan ritel naik tipis 0,2 persen pada Desember dan Januari meskipun harga minyak jatuh, membantu untuk mendukung sentimen positif.

Kenaikan Januari dan Desember menunjukkan "belanja konsumen mungkin tidak selemah yang diperkirakan, terutama mengingat lemahnya inflasi," kata Scott Hoyt dari Moodys Analytics.

Pasar minggu ini ambruk karena kekhawatiran ekonomi global yang berpusat di Tiongkok, kegelisahan perbankan -- dan pertanyaan atas dampak dari stimulus pelonggaran kuantitatif (QE) Bank Sentral Eropa (ECB), kata para dealer.

"Pasar-pasar Eropa ... telah terpukul serangkaian faktor negatif minggu ini -- tidak hanya ketakutan resesi global dan kekhawatiran solvabilitas umum mengenai bank-bank, tetapi juga meningkatkan bukti bahwa QE oleh ECB tampaknya tidak bekerja -- atau sejauh ini belum memiliki efek yang diinginkan," kata Markus Huber, analis di pialang Peregrine & Black di London.

"Beberapa pedagang juga menunjukkan bahwa tidak seperti pada tahun 2008/2009, bank-bank sentral utama hanya memiliki alat dan langkah-langkah tersedia yang terbatas untuk mendukung pertumbuhan global," katanya kepada AFP.

Huber menambahkan, selama krisis keuangan global, bank-bank sentral dunia memiliki ruang lingkup yang lebih besar karena suku bunga yang jauh lebih tinggi dan likuiditas jauh lebih rendah.

Sementara pasar saham London mendorong lebih tinggi perdagangan Jumat, para investor juga lega bahwa pembuat mesin Inggris, Rolls-Royce, tidak membatalkan dividen bagi pemegang sahamnya.

Namun demikian, Rolls-Royce yang melakukan pemotongan pembayaran dividen untuk pertama kalinya dalam hampir 25 tahun, melihat harga sahamnya meroket lebih dari 14 persen menjadi 606 pence, melampaui indeks utama FTSE 100.

Tetapi, aksi jual global tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir di Asia.

Penurunan tajam hampir lima persen terjadi di Tokyo, memimpin kemunduran lagi, mengakhiri salah satu minggu paling menyakitkan bagi investor global karena kekhawatiran tentang ekonomi dunia -- kemungkinan resesi -- mengintai lantai perdagangan.