Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menyatakan yakin bahwa tidak ada dokter rumah sakit pemerintah itu yang terlibat dalam kasus dugaan perdagangan ginjal yang baru-baru ini diungkap polisi.

"Saya tidak mencurigai dokter," kata Dirut RSCM, Dr. dr. C. H. Soejono, Sp. PD,K-Ger, di RSCM, Jakarta, Jumat.

Sementara Soejono menyatakan siap untuk bekerja sama dengan kepolisian dalam mengusut kasus dugaan perdagangan ginjal.

"Kami kooperatif terhadap penyelidikan Bareskrim Polri. Kami dukung anti jual ginjal," katanya.

Sementara dalam upaya melengkapi bukti dalam kasus ini, pada Kamis (4/2), polisi menggeledah ruang rekam medis di Gedung Kencana RSCM. Dalam penggeledahan yang memakan waktu hampir delapan jam itu, penyidik Polri keluar dengan membawa sebuah kotak besar berisi sejumlah dokumen.

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap sindikat penjualan organ ginjal dan menangkap tiga tersangka kasus tersebut.

"Tersangkanya HS alias H, AG alias A dan DD alias D," kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana.

HS ditangkap polisi di Jakarta. Sementara AG dan DD diringkus di Bandung, Jawa Barat.

Dalam kasus ini, HS berperan sebagai penghubung ke rumah sakit. "AG dan DD berperan merekrut pendonor (korban)," katanya.

Umar menjelaskan, HS menginstruksikan AG dan DD untuk mencari korban pendonor ginjal.

Pendonor ginjal diberi imbalan Rp70 juta hingga Rp90 juta bila bersedia mendonorkan ginjalnya.

Ia mengatakan, dalam kasus ini, penerima ginjal dikenakan biaya Rp225 juta - Rp300 juta untuk pembelian satu ginjal dengan uang muka sebesar Rp10 juta - Rp15 juta.

"Sisa pembayaran dilakukan setelah operasi transplantasi dilakukan," katanya.

Biaya tersebut, menurutnya, tidak termasuk biaya operasi transplantasi yang harus ditanggung oleh penerima ginjal.

Dalam kasus ini, HS menerima keuntungan Rp100 juta - Rp110 juta.

Sementara AG mendapat bayaran Rp5 juta - Rp7,5 juta setiap mendapatkan pendonor. Sedangkan DD mendapatkan upah Rp10 juta - Rp15 juta.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 64 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang isinya "Organ dan atau Jaringan Tubuh Dilarang Diperjualbelikan dengan Dalih Apapun".