Lulung saksikan sidang kasus UPS saat Ahok bersaksi
4 Februari 2016 20:02 WIB
Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana alias Lulung mengacungkan jempol saaat ikut menghadiri sidang lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan 25 UPS untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Sudin Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD Perubahan Tahun 2014 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/2). (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Haji Lulung menghadiri persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dan mengklaim kehadirannya dapat membuat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkata jujur.
"Saya yakin kalau saya hadir di situ Ahok tidak akan bohong, makanya saya ingin datang. Kalau saya tak hadir Ahok pasti bohong, saya yakin," kata Haji Lulung di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Basuki yang biasa dipanggil Ahok hadir sebagai saksi untuk Kasie Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat Alex Usman yang menjadi terdakwa dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 25 UPS (uninterruptible power supply atau suplai daya bebas gangguan) untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD-P 2014 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp81,433 miliar.
Lulung sendiri sudah pernah memberikan kesaksian dalam perkara yang sama pada 28 Januari 2016 lalu.
"Hari ini rentetan dari kemarin saya sidang, saya ingin saksikan itu. Saya harap mereka tak bohong karena ini waktunya sudah harus keluar dari ranah pencitraan. Kalau kemarin ini dijadikan sarana pencitraan oleh gubernur, sarana diskriminasi pada orang yang tak bersalah, termasuk saya, hari ini saya mau saksikan karena kasus ini sudah terang," ungkap Lulung.
Bahkan Lulung menilai bahwa dalam kasus ini, pihak yang bertanggung jawab adalah eksekutif.
"Yang paling heran, evaluasi terhadap Kemendagri pada 22 September tak ada satupun yang namanya UPS itu dievaluasi, kalau ada di program dan tak dievaluasi maka UPS tak jadi soal. Ini siapa yang tanggung jawab? Eksekutif. Maka jangan saling tuduh, jangan bohong. Jangan dia tunjuk sekda dan sekda tunjuk dia," tambah Lulung.
Namun Lulung hanya sekitar 15 menit hadir dalam sidang yang mendengarkan kesaksian Ahok selama sekitar 2 jam tersebut.
"Saya tadinya mau hadir dalam sidang tapi tidak nyaman. Ada konspirasi besar kekuatan keamanan nyata jelas. Ada konspirasi besar mau menjaga Ahok. Saya pejabat negara, dia pejabat negara, kami berempat biasa saja, hari ini lihat coba. Takut saya tidak nyaman, gara gara apa ya?" ungkap Lulung melihat penjagaan kepolisian yang memang lebih ketat dibanding biasanya di pengadilan.
Lulung pun berpesan agar Ahok tidak pamer pencitraan pemberantasan korupsi.
"Jangan pamer pencitraan berantas korupsi, terus kemudian di dalam pemerintah daerah itu ada korupsi. Ini baru UPS, belum printer scanner, dan digital education classroom. Ini ada kesengajaan dan pembiaran terhadap masalah yang dilakukan Ahok. Belajar lah yang benar ke KPK kalau berantas korupsi itu bagaimana," tambah Lulung bersemangat.
Namun Ahok usai bersidang mengatakan bahwa ia sudah melakukan upaya pembenahan dalam proses penganggaran APBD.
"Justru sekarang saya membuat e-budgeting. Itu bukti kita mau kontrol. Dan dalam surat-surat itu saya memberikan surat kuasa ke tim anggaran. Mana bisa kamu mengawasi semua pembantumu? Pembantumu beli cabai saja kamu tidak bisa mengontrol, beli cabai tiga apa lima? Iya kan. Haji Lulung lu dengerin," kata Ahok kepada wartawan.
Ia pun tidak ambil pusing dengan pernytaan Lulung mengenai dirinya.
"Kalau Haji Lulung mau ngomong begitu, tadi hakimnya, pengacaranya juga tidak bilang saya bohong. Iya kan? Kan Haji Lulung bukan penuntut atau pembela," ungkap Ahok.
Ahok hanya berharap agar aparat penegak hukum dapat mengungkap siapa yang memasukkan anggaran UPS dalam APBD-P DKI Jakarta 2014
"Saya kira nanti akan tersingkap dan sepertinya sudah tersingkap. Kita hari ini datang jadi saksi dalam rangka mempermudah aparat hukum untuk menyingkapkan,adanya sebuah keanehan di dalam pengadaan UPS ini. Itu yang kita harapkan bisa disingkap," tegas Ahok.
Dalam perkara ini, Bareskrim Polri juga sudah menetapkan anggota Komisi E DPRD 2009-2014 dari fraksi Partai Hanura Fahmri Zulfikar Hasibuan dan Ketua Komisi E DPRD dari fraksi Partai Demokrat 2009-2014 HM Firmansyah sebagai tersangka.
Berdasarkan dakwaan Alex, Alex pernah melakukan beberapa kali pertemuan dengan Fahmi yang bekerja sama dengan Firmansyah agar 25 UPS dengan harga per unit sebesar Rp6 miliar dapat masuk ke APBD-P 2014 dengan imbalan 7 persen dari pagu anggaran Rp300 miliar padahal pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah menengah di lingkungan Sudin Dikmen Jakarta Barat tidak direncanakan sesuai kebutuhan riil sekolah karena yang dibutuhkan adalah perbaikan jaringan listrik dan penambahan daya listrik.
Atas perbuatan tersebut, Alex didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Sidang juga dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari fraksi PPP Abraham Lunggana alias Lulung yang juga pernah menjadi anggota Komisi E pada 2014. Lulung juga sudah memberikan kesaksian pada sidang 28 Januari 2016.
"Saya yakin kalau saya hadir di situ Ahok tidak akan bohong, makanya saya ingin datang. Kalau saya tak hadir Ahok pasti bohong, saya yakin," kata Haji Lulung di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Basuki yang biasa dipanggil Ahok hadir sebagai saksi untuk Kasie Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat Alex Usman yang menjadi terdakwa dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 25 UPS (uninterruptible power supply atau suplai daya bebas gangguan) untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD-P 2014 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp81,433 miliar.
Lulung sendiri sudah pernah memberikan kesaksian dalam perkara yang sama pada 28 Januari 2016 lalu.
"Hari ini rentetan dari kemarin saya sidang, saya ingin saksikan itu. Saya harap mereka tak bohong karena ini waktunya sudah harus keluar dari ranah pencitraan. Kalau kemarin ini dijadikan sarana pencitraan oleh gubernur, sarana diskriminasi pada orang yang tak bersalah, termasuk saya, hari ini saya mau saksikan karena kasus ini sudah terang," ungkap Lulung.
Bahkan Lulung menilai bahwa dalam kasus ini, pihak yang bertanggung jawab adalah eksekutif.
"Yang paling heran, evaluasi terhadap Kemendagri pada 22 September tak ada satupun yang namanya UPS itu dievaluasi, kalau ada di program dan tak dievaluasi maka UPS tak jadi soal. Ini siapa yang tanggung jawab? Eksekutif. Maka jangan saling tuduh, jangan bohong. Jangan dia tunjuk sekda dan sekda tunjuk dia," tambah Lulung.
Namun Lulung hanya sekitar 15 menit hadir dalam sidang yang mendengarkan kesaksian Ahok selama sekitar 2 jam tersebut.
"Saya tadinya mau hadir dalam sidang tapi tidak nyaman. Ada konspirasi besar kekuatan keamanan nyata jelas. Ada konspirasi besar mau menjaga Ahok. Saya pejabat negara, dia pejabat negara, kami berempat biasa saja, hari ini lihat coba. Takut saya tidak nyaman, gara gara apa ya?" ungkap Lulung melihat penjagaan kepolisian yang memang lebih ketat dibanding biasanya di pengadilan.
Lulung pun berpesan agar Ahok tidak pamer pencitraan pemberantasan korupsi.
"Jangan pamer pencitraan berantas korupsi, terus kemudian di dalam pemerintah daerah itu ada korupsi. Ini baru UPS, belum printer scanner, dan digital education classroom. Ini ada kesengajaan dan pembiaran terhadap masalah yang dilakukan Ahok. Belajar lah yang benar ke KPK kalau berantas korupsi itu bagaimana," tambah Lulung bersemangat.
Namun Ahok usai bersidang mengatakan bahwa ia sudah melakukan upaya pembenahan dalam proses penganggaran APBD.
"Justru sekarang saya membuat e-budgeting. Itu bukti kita mau kontrol. Dan dalam surat-surat itu saya memberikan surat kuasa ke tim anggaran. Mana bisa kamu mengawasi semua pembantumu? Pembantumu beli cabai saja kamu tidak bisa mengontrol, beli cabai tiga apa lima? Iya kan. Haji Lulung lu dengerin," kata Ahok kepada wartawan.
Ia pun tidak ambil pusing dengan pernytaan Lulung mengenai dirinya.
"Kalau Haji Lulung mau ngomong begitu, tadi hakimnya, pengacaranya juga tidak bilang saya bohong. Iya kan? Kan Haji Lulung bukan penuntut atau pembela," ungkap Ahok.
Ahok hanya berharap agar aparat penegak hukum dapat mengungkap siapa yang memasukkan anggaran UPS dalam APBD-P DKI Jakarta 2014
"Saya kira nanti akan tersingkap dan sepertinya sudah tersingkap. Kita hari ini datang jadi saksi dalam rangka mempermudah aparat hukum untuk menyingkapkan,adanya sebuah keanehan di dalam pengadaan UPS ini. Itu yang kita harapkan bisa disingkap," tegas Ahok.
Dalam perkara ini, Bareskrim Polri juga sudah menetapkan anggota Komisi E DPRD 2009-2014 dari fraksi Partai Hanura Fahmri Zulfikar Hasibuan dan Ketua Komisi E DPRD dari fraksi Partai Demokrat 2009-2014 HM Firmansyah sebagai tersangka.
Berdasarkan dakwaan Alex, Alex pernah melakukan beberapa kali pertemuan dengan Fahmi yang bekerja sama dengan Firmansyah agar 25 UPS dengan harga per unit sebesar Rp6 miliar dapat masuk ke APBD-P 2014 dengan imbalan 7 persen dari pagu anggaran Rp300 miliar padahal pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah menengah di lingkungan Sudin Dikmen Jakarta Barat tidak direncanakan sesuai kebutuhan riil sekolah karena yang dibutuhkan adalah perbaikan jaringan listrik dan penambahan daya listrik.
Atas perbuatan tersebut, Alex didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Sidang juga dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari fraksi PPP Abraham Lunggana alias Lulung yang juga pernah menjadi anggota Komisi E pada 2014. Lulung juga sudah memberikan kesaksian pada sidang 28 Januari 2016.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016
Tags: