ITRC sepakat kurangi ekspor karet alam
4 Februari 2016 13:18 WIB
Pekerja mengumpulkan getah karet di Kebun Dampar milik PT Perkebunan Nusantara XII di Mumbulsari, Jember, Jawa Timur, Selasa (11/6).(ANTARA FOTO/Seno) ()
Jakarta (ANTARA News) - Tiga negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) sepakat mengurangi ekspor karet alam sebanyak 615.000 ton selama enam bulan mulai 1 Maret hingga 31 Agustus 2016.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih di Jakarta, Kamis, menjelaskan negara anggota ITRC yang terdiri atas Indonesia, Thailand, dan Malaysia sepakat mengurangi ekspor karet alam yang masuk Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) dengan alokasi Thailand 324.005 ton, Indonesia 238.736 ton, dan Malaysia 52.259 ton.
Menurut Karyanto, harga karet alam yang saat ini berada pada level 1,09 dolar AS per kilogram akan berdampak terhadap petani karet dan pemberlakuan AETS diharapkan bisa menopang harga pada tingkat yang layak bagi para petani.
"Pengurangan ekspor akan membuat stok karet alam global diserap oleh pasar. Pasokan karet alam di pasar global akan berkurang lagi karena adanya penurunan produksi karet alam di negara-negara produsen dikarenakan rendahnya harga komoditas itu," katanya.
Kepada negara produsen karet alam lain seperti Vietnam, Karyanto menjelaskan, anggota ITRC akan terus berkomunikasi untuk membangun kemitraan strategis.
"Kita sudah melakukan perhitungan jika Vietnam ikut atau tidak dalam pengurangan ekspor. Jika ikut, kurang lebih sebanyak 85 ribu ton," ujarnya.
Ia mengatakan dengan adanya pengurangan ekspor, penyerapan karet alam di dalam negeri diharapkan meningkat.
Pemerintah berusaha meningkatkan penyerapan karet alam di dalam negeri antara lain lewat pelaksanaan proyek-proyek pembangunan jalan dan dock fender di pelabuhan.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Nurlaila Nur Muhammad mengatakan pemerintah tengah mempersiapkan landasan hukum untuk mendorong peningkatan penyerapan karet alam dalam proyek-proyek pembangunan di dalam negeri.
"Pada awalnya instrumen yang akan dipergunakan adalah Inpres, namun akan memakan waktu yang lama. Jadi saran dari Menko Perekonomian adalah kita akan fokus dalam pembangunan jalan dan industri dock fender supaya bisa cepat berjalan," kata Nurlaila.
Nurlaila menambahkan aturan itu masih dalam penyelesaian dan bentuknya bisa berupa Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Perhubungan dan Menteri Perindustrian.
"Sampai sekarang belum ada (penyerapan karet alam untuk proyek pemerintah) karena Inpres belum keluar dan membuatnya lama. Dalam waktu dekat nanti akan diselesaikan, Mendag akan berkirim surat ke Menko Perekonomian," katanya.
Upaya untuk mengurangi pasokan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan Dewan Menteri ITRC pada 3 Desember 2015 yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan pejabat senior pada Januari 2016.
Di Indonesia, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) akan menjadi pelaksana pengurangan ekspor karet alam dalam kerangka AETS di sektor swasta.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih di Jakarta, Kamis, menjelaskan negara anggota ITRC yang terdiri atas Indonesia, Thailand, dan Malaysia sepakat mengurangi ekspor karet alam yang masuk Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) dengan alokasi Thailand 324.005 ton, Indonesia 238.736 ton, dan Malaysia 52.259 ton.
Menurut Karyanto, harga karet alam yang saat ini berada pada level 1,09 dolar AS per kilogram akan berdampak terhadap petani karet dan pemberlakuan AETS diharapkan bisa menopang harga pada tingkat yang layak bagi para petani.
"Pengurangan ekspor akan membuat stok karet alam global diserap oleh pasar. Pasokan karet alam di pasar global akan berkurang lagi karena adanya penurunan produksi karet alam di negara-negara produsen dikarenakan rendahnya harga komoditas itu," katanya.
Kepada negara produsen karet alam lain seperti Vietnam, Karyanto menjelaskan, anggota ITRC akan terus berkomunikasi untuk membangun kemitraan strategis.
"Kita sudah melakukan perhitungan jika Vietnam ikut atau tidak dalam pengurangan ekspor. Jika ikut, kurang lebih sebanyak 85 ribu ton," ujarnya.
Ia mengatakan dengan adanya pengurangan ekspor, penyerapan karet alam di dalam negeri diharapkan meningkat.
Pemerintah berusaha meningkatkan penyerapan karet alam di dalam negeri antara lain lewat pelaksanaan proyek-proyek pembangunan jalan dan dock fender di pelabuhan.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Nurlaila Nur Muhammad mengatakan pemerintah tengah mempersiapkan landasan hukum untuk mendorong peningkatan penyerapan karet alam dalam proyek-proyek pembangunan di dalam negeri.
"Pada awalnya instrumen yang akan dipergunakan adalah Inpres, namun akan memakan waktu yang lama. Jadi saran dari Menko Perekonomian adalah kita akan fokus dalam pembangunan jalan dan industri dock fender supaya bisa cepat berjalan," kata Nurlaila.
Nurlaila menambahkan aturan itu masih dalam penyelesaian dan bentuknya bisa berupa Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Perhubungan dan Menteri Perindustrian.
"Sampai sekarang belum ada (penyerapan karet alam untuk proyek pemerintah) karena Inpres belum keluar dan membuatnya lama. Dalam waktu dekat nanti akan diselesaikan, Mendag akan berkirim surat ke Menko Perekonomian," katanya.
Upaya untuk mengurangi pasokan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan Dewan Menteri ITRC pada 3 Desember 2015 yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan pejabat senior pada Januari 2016.
Di Indonesia, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) akan menjadi pelaksana pengurangan ekspor karet alam dalam kerangka AETS di sektor swasta.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016
Tags: