Rini: kereta cepat butuh kepastian hukum beroperasi
1 Februari 2016 16:09 WIB
Petugas kepolisian menjaga lokasi 'groundbreaking' pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (21/1). Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142 km tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian, khususnya daerah Jakarta dan Bandung. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri BUMN Rini Soemarno memastikan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang membangun kereta cepat Jakarta-Bandung membutuhkan jaminan berupa kepastian hukum beroperasi, bukan jaminan utang dari Pemerintah.
"Kreditur kereta cepat dalam hal ini bank meminta sesuatu jaminan regulasi dari aspek operasional, bukan jaminan utang," kata Rini, usai berbicara pada seminar "Sinergi BUMN Menjawab Tantangan dan Peluang MEA", di Jakarta, Senin.
Menurut Rini, jaminan kepastian yang diminta dari Pemerintah berupa regulasi yang mengatur bahwa tidak ada perubahan selama masa kontrak konsesi 50 tahun.
Bila ada perubahan regulasi yang dilakukan Pemerintahan baru, Rini mengusulkan, agar KCIC sebagai pengembang diberi opsi dan hak tambahan untuk melakukan renegosiasi kontrak.
"Jaminan ini untuk menghindari kerugian KCIC jika kemudian ada perubahan aturan-aturan," ujar Rini.
Ia menjelaskan, dalam hal investasi jangka panjang, meminta jaminan berupa kepastian hukum beroperasi merupakan merupakan hal yang biasa.
"Jaminan proyek jangka panjang harus ada komitmen dari pemberi lisensi. Kita minta jaminan, jangan tahu-tahu di tengah jalan (izin) ditarik. Matilah kita," ujarnya.
Ia mencontohkan, kereta cepat diberi konsesi 50 tahun, kemudian Pemerintah mengubah menjadi 30 tahun yang mengharuskan trase diganti. Ini tentu mengakibatkan ada investasi tambahan, maka harus ada jaminan bahwa bagi kita bisa bernegosiasi lagi.
"Kalau ternyata aturan diubah, tentunya kita bisa mendapatkan kesempatan untuk bernegosiasi. Itu kan biasa," katanya.
Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dengan investasi sekitar Rp70 triliun tersebut melibatkan konsorsium BUMN yaitu PT Wijaya Karya (Persero), PT KAI (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Konsorsium BUMN dengan nama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PBSI) membentuk perusahaan patungan dengan China Railway International Co. Ltd, dengan nama PT Kereta Cepat Indonesia China.
Pembangunan kereta cepat rute Jakarta-Bandung dapat memberikan kontribusi berupa pajak kepada negara yang diperkirakan mencapai Rp13 triliun, berupa PPN setara dengan Rp6,2 triliun dan PPN saat konstruksi pengembangan Transit Oriented Development (TOD) sebesar Rp7 triliun selama 15 tahun.
Selain pajak, proyek kereta cepat sepanjang 142,3 km itu selama masa konstruksi diperkirakan menyerap 39.000 orang tenaga kerja selama 3 tahun, selama periode konstruksi TOD mencapai 20.000 orang selama 15 tahun, dan operasional TOD sekitar 28.000 orang selama 25 tahun.
"Kreditur kereta cepat dalam hal ini bank meminta sesuatu jaminan regulasi dari aspek operasional, bukan jaminan utang," kata Rini, usai berbicara pada seminar "Sinergi BUMN Menjawab Tantangan dan Peluang MEA", di Jakarta, Senin.
Menurut Rini, jaminan kepastian yang diminta dari Pemerintah berupa regulasi yang mengatur bahwa tidak ada perubahan selama masa kontrak konsesi 50 tahun.
Bila ada perubahan regulasi yang dilakukan Pemerintahan baru, Rini mengusulkan, agar KCIC sebagai pengembang diberi opsi dan hak tambahan untuk melakukan renegosiasi kontrak.
"Jaminan ini untuk menghindari kerugian KCIC jika kemudian ada perubahan aturan-aturan," ujar Rini.
Ia menjelaskan, dalam hal investasi jangka panjang, meminta jaminan berupa kepastian hukum beroperasi merupakan merupakan hal yang biasa.
"Jaminan proyek jangka panjang harus ada komitmen dari pemberi lisensi. Kita minta jaminan, jangan tahu-tahu di tengah jalan (izin) ditarik. Matilah kita," ujarnya.
Ia mencontohkan, kereta cepat diberi konsesi 50 tahun, kemudian Pemerintah mengubah menjadi 30 tahun yang mengharuskan trase diganti. Ini tentu mengakibatkan ada investasi tambahan, maka harus ada jaminan bahwa bagi kita bisa bernegosiasi lagi.
"Kalau ternyata aturan diubah, tentunya kita bisa mendapatkan kesempatan untuk bernegosiasi. Itu kan biasa," katanya.
Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dengan investasi sekitar Rp70 triliun tersebut melibatkan konsorsium BUMN yaitu PT Wijaya Karya (Persero), PT KAI (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Konsorsium BUMN dengan nama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PBSI) membentuk perusahaan patungan dengan China Railway International Co. Ltd, dengan nama PT Kereta Cepat Indonesia China.
Pembangunan kereta cepat rute Jakarta-Bandung dapat memberikan kontribusi berupa pajak kepada negara yang diperkirakan mencapai Rp13 triliun, berupa PPN setara dengan Rp6,2 triliun dan PPN saat konstruksi pengembangan Transit Oriented Development (TOD) sebesar Rp7 triliun selama 15 tahun.
Selain pajak, proyek kereta cepat sepanjang 142,3 km itu selama masa konstruksi diperkirakan menyerap 39.000 orang tenaga kerja selama 3 tahun, selama periode konstruksi TOD mencapai 20.000 orang selama 15 tahun, dan operasional TOD sekitar 28.000 orang selama 25 tahun.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: