Jakarta (ANTARA News) - Sejak kasus rekaman PT Freeport Indonesia mengemuka berujung pada pengunduran diri Ketua DPR (saat itu) Setya Novanto, Kejaksaan Agung sampai sekarang belum memulai penyelidikan dugaan rekaman PT Freeport Indonesia ke penyidikan.


"Kami evaluasi nanti, tentunya sudah sedemikian lama. Ini persoalannya sedikit terhambat karena Setya Novanto sendiri belum memenuhi panggilan kami," kata Jaksa Agung, HM Prasetyo, di Jakarta, Jumat.

Terkait Novanto meminta waktu diperiksa penyidik dalam waktu dua pekan ke depan, ia menghormati permintaan itu, sebaliknya Novanto juga harus mematuhi janjinya itu.

"Yang pasti kami akan terus menunggu untuk meminta keterangan dari dirinya," katanya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan, Asep Yusuf, menyatakan, kalau memang kasus pemufakatan jahat PT Freeport Indonesia yang telah dituduhkan kepada mantan Novanto memiliki bukti kuat, sebaiknya Kejaksaan Agung segera membuktikan pasal tersebut kepada publik.

Pasalnya, sejauh pengamatan dia, kasus tersebut jauh dari kata persekongkolan ataupun pemufakatan jahat.

Sebab menurut dia, tidak ada kesepakatan antara pihak pertama PT Freeport Indonesia yang diwakili bekas Direktur Utama-nya, Maroef Sjamsoedin, dan pihak kedua, yaitu Novanto dan Riza Chalid. Selain itu, tidak ada tindaklanjut atas pertemuan pihak pertama dengan pihak kedua tersebut.

"Contoh kepada kita yang sedang menelpon, terus kita rencanakan: kang kita rampok bank yuk, tapi pada akhirnya kita tidak melaksanakan itu. Khan cuma niat, tidak ada aksi. Saya rasa kalau kita lihat agak sulit untuk membuktikan itu," katanya.

Kejaksaan Agung, lanjut dia, seharusnya lebih bersikap arif dan mengakui kesalahannya yang tergesa-gesa dalam melakukan penyelidikan atas kasus tersebut.

"Kalau benar ada pemufakatan jahat, buktikan saja. Jangan terlalu lama, masyarakat menunggu akan hal ini," katanya.

Merujuk dari akhir pembicaraan antara pihak pertama dan pihak kedua, sambung Yusuf, sebenanya Kejaksaan Agung bisa menyimak.

Terlebih soal putusan MKD DPR, yang memberi sanksi hukum sedang kepada Novanto. "Ini artinya Kejaksaan Agung masih kesulitan membuktikan ini," katanya.