Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) Gula DPR RI H Abdul Wahid menegaskan, gula merupakan salah satu komoditas pangan utama bernilai strategis yang harus dilindungi dan tata niaganya harus diawasi secara ketat.

"Tata niaga gula harus diawasi secara ketat, karena komoditas ini termasuk salah satu dari tujuh komoditas pangan utama yang memiliki peran strategis dalam membangun perekonomian rakyat dan menegakkan kedaulatan pangan," katanya kepada pers di Jakarta, Jumat.

Abdul Wahid mengemukakan keterangan tersebut sehubungan berlangsungnya rapat dengar pendapat (RDP) antara Panja Gula DPR dengan petani tebu se-Indonesia yang diwakili jajaran pengurus Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dibawah pimpinan HM Arum Sabil pada 27 Januari 2016.

Menurut anggota Komisi VI DPR RI itu, enam komoditas utama lainnya yang digolongkan sebagai komoditas pangan utama bernilai strategis adalah padi, jagung, kedelai, daging sapi, aneka cabai, dan bawang merah.

Ia lebih lanjut menjelaskan, dalam lampiran Permentan 131/OT.140/12/2014 disebutkan bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, Pemerintah menetapkan target produksi pangan strategis nasional yang meliputi tujuh komoditas pangan utama, yaitu padi, jagung, kedelai, tebu/gula pasir, daging sapi, aneka cabai,dan bawang merah.

Dalam upaya mencapai target produksi pangan strategis itu Kementerian Pertanian bersama-sama dengan kementerian/lembaga non kementerian lainnya, pemerintah daerah, dan para pelaku usaha pertanian telah berkomitmen untuk mendukung pencapaian target ketahanan pangan nasional tersebut.

"Karenanya, untuk mendukung komitmen tersebut pemerintah harus membebaskan penggunaan pupuk bersubsidi kepada petani tebu, mengingat pemerintah sendiri telah menetapkan bahwa komoditas gula merupakan salah satu komoditas pangan utama yang memiliki nilai dan peran strategis," tegas Wahid.

Ia menambahkan, saat ini gula rafinasi (gula kristal putih) yang mestinya dipakai untuk kebutuhan industri makanan dan minuman ternyata banyak dijual di pasaran, sehingga perlu pengawasan ketat. Jenis gula ini harganya lebih murah dibanding gula yang diproduksi dalam negeri berbahan baku tebu.

Sementara itu Ketua Panja Gula DPR RI Dr Muhammad Farid Al Fauzi menegaskan bahwa untuk menegakkan kedaulatan pangan dan mengejar target swasembada gula, maka petani tebu maupun industri gula harus meningkatkan produktivitasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum APTRI HM Arum Sabil menyampaikan keluhan petani tebu terkait dengan adanya pembatasan penggunaan pupuk bersubsidi oleh petani tebu dengan luasan lahan di atas dua hektare.

Dalam RDP Panja Gula DPR RI dengan APTRI itu Arum menegaskan, pembatasan penggunaan pupuk bersubsidi tersebut merugikan petani dan memicu keengganan petani untuk bertanam tebu.

"Karenanya kami berharap pemerintah konsisten dengan regulasinya demi meningkatkan produktivitas gula nasional serta untuk membantu menyejahterakan petani tebu. Kami juga berharap DPR memberi dukungan politik kepada kami serta ikut mengawasi pelaksanaan regulasi tersebut," katanya.