KPK segera tahan RJ Lino
26 Januari 2016 12:40 WIB
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (tengah) dan Alexander Marwata (kiri) berjabat tangan dengan Kabiro Hukum KPK Setiadi (kanan) usai pembacaan putusan sidang Pra Peradilan atas pemohon mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/1). Dalam sidang tersebut Hakim menolak seluruh permohonan praperadilan Richard Joost Lino atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan akan segera melakukan penahanan terhadap tersangka korupsi RJ Lino.
"Ya, bisa jadi dilakukan penahanan," kata Basaria usai menghadiri putusan sidang praperadilan RJ Lino di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.
Ia menjelaskan setelah putusan dilakukan KPK akan menunggu untuk proses penyidikan dilakukan secara menyeluruh.
Sementara itu, Hakim Tunggal Udjiati atas kasus praperadilan RJ Lino telah memutuskan untuk menolak gugatan dari tim kuasa hukum RJ Lino atas tuduhan sangkaan korupsi.
"Pernyataan pemohon tidak dapat diterima seluruhnya, dengan demikian permintaan ditolak," kata Hakim Tunggal Udjiati.
Richard Joost Lino mengajukan gugatan praperadilan karena menilai tidak ada perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang dia lakukan dan belum ada kerugian negara yang dapat dibuktikan oleh KPK.
Pada 15 Desember 2015, KPK menetapkan R.J. Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan 3 quay container crane dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari Tiongkok sebagai penyedia barang.
Lino pada 23 Desember 2015 diberhentikan sebagai Dirut PT Pelindo II oleh Menteri BUMN Rini Soemarmo. Selain Lino, Rini juga memberhentikan Direktur Pelindo II Ferialdy Noerlan agar keduanya berkonsentrasi pada kasus hukumnya masing-masing.
Kasus tersebut bermula pada awal 2014 saat KPK menerima laporan dugaan korupsi pengadaan 3 QCC di Pelindo II dari laporan Serikat Pekerja Pelindo II.
Serikat buruh PT Pelindo menilai ada dugaan korupsi dari pengadaan 3 QCC yang pada tahun 2011 sebanyak 2 QCC itu dialihkan ke Pelabuhan Palembang dan Pontianak, penggunaan tenaga ahli dan konsultan yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur, megaproyek Kalibaru, pemilihan perusahaan bongkar muat di Tanjung Priok, serta dugaan korupsi atas perpanjangan kontrak perjanjian Jakarta International Container Terminal (JICT).
Pada 15 April 2014, KPK juga meminta keterangan R.J. Lino terkait dengan pelaporan tersebut. Seusai diperiksa, Lino mengklaim sudah mengambil kebijakan yang tepat terkait dengan pengadaan crane di beberapa dermaga, yakni di Palembang, Lampung, dan Pontianak. Bahkan, Lino menyebut dirinya pantas diberi penghargaan lantaran sudah berhasil membeli alat yang dipesan dengan harga yang relatif murah.
"Ya, bisa jadi dilakukan penahanan," kata Basaria usai menghadiri putusan sidang praperadilan RJ Lino di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.
Ia menjelaskan setelah putusan dilakukan KPK akan menunggu untuk proses penyidikan dilakukan secara menyeluruh.
Sementara itu, Hakim Tunggal Udjiati atas kasus praperadilan RJ Lino telah memutuskan untuk menolak gugatan dari tim kuasa hukum RJ Lino atas tuduhan sangkaan korupsi.
"Pernyataan pemohon tidak dapat diterima seluruhnya, dengan demikian permintaan ditolak," kata Hakim Tunggal Udjiati.
Richard Joost Lino mengajukan gugatan praperadilan karena menilai tidak ada perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang dia lakukan dan belum ada kerugian negara yang dapat dibuktikan oleh KPK.
Pada 15 Desember 2015, KPK menetapkan R.J. Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan 3 quay container crane dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari Tiongkok sebagai penyedia barang.
Lino pada 23 Desember 2015 diberhentikan sebagai Dirut PT Pelindo II oleh Menteri BUMN Rini Soemarmo. Selain Lino, Rini juga memberhentikan Direktur Pelindo II Ferialdy Noerlan agar keduanya berkonsentrasi pada kasus hukumnya masing-masing.
Kasus tersebut bermula pada awal 2014 saat KPK menerima laporan dugaan korupsi pengadaan 3 QCC di Pelindo II dari laporan Serikat Pekerja Pelindo II.
Serikat buruh PT Pelindo menilai ada dugaan korupsi dari pengadaan 3 QCC yang pada tahun 2011 sebanyak 2 QCC itu dialihkan ke Pelabuhan Palembang dan Pontianak, penggunaan tenaga ahli dan konsultan yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur, megaproyek Kalibaru, pemilihan perusahaan bongkar muat di Tanjung Priok, serta dugaan korupsi atas perpanjangan kontrak perjanjian Jakarta International Container Terminal (JICT).
Pada 15 April 2014, KPK juga meminta keterangan R.J. Lino terkait dengan pelaporan tersebut. Seusai diperiksa, Lino mengklaim sudah mengambil kebijakan yang tepat terkait dengan pengadaan crane di beberapa dermaga, yakni di Palembang, Lampung, dan Pontianak. Bahkan, Lino menyebut dirinya pantas diberi penghargaan lantaran sudah berhasil membeli alat yang dipesan dengan harga yang relatif murah.
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: