Jakarta (ANTARA News) - Salah satu pasal revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengatur tentang penindakan terhadap seseorang yang melakukan penistaan pada negara dengan tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Misalnya penistaan, kamu tidak mengakui Republik Indonesia. Ya sudah, kamu juga akan kita tindak," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Panjaitan, di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan selama ini orang atau sekelompok orang yang tidak mengakui negara Republik Indonesia dan menyatakan ingin mendirikan negara sendiri seperti halnya ISIS, bisa bebas menyatakan pengakuannya karena memang tidak ada undang-undang yang mengaturnya.
Selanjutnya revisi undang-undang itu juga mengatur tentang WNI yang pergi ke luar negeri untuk berperang demi kepentingan pihak selain Indonesia, terlebih tergabung dengan kelompok teroris dan melakukan tindakan terorisme di negara lain, akan dicabut paspor dan kewarganegaraannya.
"Misalnya orang yang mau pergi jadi foreign fighter, ya kamu kalau mau join sana, kami cabut kewarganegaraanmu," jelas Pandjaitan.
Ia menjelaskan kategori WNI dari luar negeri yang dapat dicabut kewarganegaraannya ialah yang menjadi foreign fighter, berperang, dan berlatih perang di luar negeri secara ilegal. Sekelumit penjelasan aturan ini dicantumkan dalam buku paspor Indonesia.
Pandjaitan menjelaskan rancangan revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang dirumuskan oleh tim kecil sudah mencapai 80 persen dan memasuki tahap akhir.
Purnawirawan jenderal TNI AD tersebut mengatakan ada lebih dari 10 pasal yang ditambahkan dalam rancangan revisi UU Terorisme.
Tidak akui NKRI akan dijerat UU Terorisme
22 Januari 2016 20:17 WIB
Dokumentasi anggota Detasemen B Pelopor Satuan Brimob Polda Kalimantan Tengah melakukan latihan anti teroris di Sampit, Kalteng, Senin (19/1). (ANTARA FOTO/Norjani)
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: