Kurs rupiah kamis pagi menguat menjadi Rp13.896
21 Januari 2016 11:24 WIB
Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi bergerak menguat sebesar 68 poin menjadi Rp13.896 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.964 per dolar AS.
"Harapan fundamental ekonomi nasional yang positif pada tahun ini masih menjadi salah satu penopang mata uang rupiah terhadap mata uang asing, seperti dolar AS," Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, menurut Reza Priyambada, penguatan nilai tukar rupiah saat ini masih cenderung terbatas mengingat harga minyak mentah dunia yang masih berada dalam tren penurunan.
"Penurunan rupiah masih dapat dimungkinkan kembali terjadi jika tidak ada intervensi dari otoritas moneter terhadap rupiah di pasar uang domestik, sentimen negatif eksternal masih cukup kuat," katanya.
Sementara itu, analis LBP Enterprise Lucky Bayu Purnomo menambahkan bahwa pengaruh dari Tiongkok dan Amerika Serikat masih menjadi salah satu penahan laju nilai tukar rupiah untuk bergerak menguat lebih tinggi.
Bayu Purnomo memaparkan bahwa prediksi ekonomi Tiongkok yang masih melambat akibat dana anggaran belanja modalnya yang terkoreksi akan mengganggu pertumbuhannya. Situasi itu, memicu arus modal di negara-negara berkembang akan cenderung keluar sehingga menekan mata uangnya.
Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah dunia yang masih akan berada dalam tren penurunan juga dinilai masih membayangi laju perekonomian di negara-negara berkembang lainnya.
"Harapan fundamental ekonomi nasional yang positif pada tahun ini masih menjadi salah satu penopang mata uang rupiah terhadap mata uang asing, seperti dolar AS," Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, menurut Reza Priyambada, penguatan nilai tukar rupiah saat ini masih cenderung terbatas mengingat harga minyak mentah dunia yang masih berada dalam tren penurunan.
"Penurunan rupiah masih dapat dimungkinkan kembali terjadi jika tidak ada intervensi dari otoritas moneter terhadap rupiah di pasar uang domestik, sentimen negatif eksternal masih cukup kuat," katanya.
Sementara itu, analis LBP Enterprise Lucky Bayu Purnomo menambahkan bahwa pengaruh dari Tiongkok dan Amerika Serikat masih menjadi salah satu penahan laju nilai tukar rupiah untuk bergerak menguat lebih tinggi.
Bayu Purnomo memaparkan bahwa prediksi ekonomi Tiongkok yang masih melambat akibat dana anggaran belanja modalnya yang terkoreksi akan mengganggu pertumbuhannya. Situasi itu, memicu arus modal di negara-negara berkembang akan cenderung keluar sehingga menekan mata uangnya.
Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah dunia yang masih akan berada dalam tren penurunan juga dinilai masih membayangi laju perekonomian di negara-negara berkembang lainnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: