Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menolak rencana pemerintah membuat penjara khusus untuk narapidana kasus terorisme karena bukan jalan keluar mencegah meningkatnya paham radikal.

"Saya berpendapat penjara khusus buat teroris bukan jalan keluar untuk mencegah terpidana kasus teroris kemudian akan bertobat dan berhenti menjadi teroris," katanya, di Jakarta, Rabu.

Dia menilai, penjara khusus teroris itu justru bisa menjadi tempat berkumpulnya dan menguatnya solidaritas di antara para terpidana terorisme.

Politisi PPP itu juga tidak setuju dengan pendapat bahwa penjara khusus itu bisa memutus komunikasi dan penyebaran paham radikal, misalnya penjara Guantanamo di Kuba yang tidak efektif sebagai tempat deradikalisasi.

"Lihat Guantamano yang dibuat Amerika Serikat, hingga saat ini tidak ada satu pun laporan yang menjelaskan bahwa penjara khusus tersebut efektif sebagai tempat melakukan deradikalisasi para penghuninya," ujarnya.

Dia menilai kalau untuk memutus jejaring teroris, maka penempatan pelaku teroris harus disebar sehingga jangan terlalu banyak terpidana teroris di dalam satu lapas.

Arsul menilai, yang membuat lapas selama ini tidak efektif dalam memutus jejaring teroris disebabkan sistem pembinaannya sehingga tidak bisa hanya diserahkan kepada Direktorat Jenderal Permasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

"Lapas tidak efektif karena sistem pembinaannya, kalau hanya diserahkan kepada Ditjen Pas Kemenkumham selaku pengelola Lapas maka pasti tidak efektif. Jadi harus (dibantu) instansi lain seperti BNPT," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil berpendapat pelaku teroris sebaiknya tidak diperlakukan istimewa dengan dibuatkan lapas khusus. Menurut dia, teroris lebih baik ditempatkan di lapas biasa namun harus disediakan blok atau sel khusus sehingga tidak campur dengan napi lain.

"Kalau ada lapas khusus, siapa yang akan mengawasi karena Lapas kewenangannya ada di Kemenkumham," ujarnya.

Nasir menilai radikalisme disebabkan oleh banyak hal, misalnya disebabkan pembangunan yang tidak merata seperti wilayah Indonesia timur, atau bisa juga disebabkan aparat intelijen kurang berfungsi dengan baik.

"Jadi banyak hal kalau bicara terorisme, bukan hanya deradikalisasi. Radikalisme ditumpas dengan cara represif justru akan meningkatkan jumlah mereka," katanya.

Dia menilai harus ada kerja sama antarlembaga dalam menangani napi teroris di lapas sehingga tidak bisa mengandalkan Kemenkumham dalam upaya deradikalisasi dan menekan ideologi radikal.