Jakarta (ANTARA News) - Langkah Yusril Ihza Mahendra meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar lembaga itu memeriksa dirinya sendiri terkait pengadaan alat penyadap yang tidak melalui proses tender dipuji peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti. "Bukan membela dia, tapi hal itu (langkah Yusril, red) saya salut banget," kata Ikrar di sela-sela sebuah seminar di Jakarta, Jumat. Menurut Ikrar, Yusril yang juga Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) itu merupakan satu-satunya orang yang berani "melawan" KPK yang merupakan lembaga "superbody". Dengan adanya laporan Yusril tersebut, katanya, masyarakat menjadi tahu kalau KPK juga melakukan pengadaan barang tanpa proses tender. Meski mengakui penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa dibolehkan Keppres 80/2003 jika menyangkut rahasia negara, Ikrar meminta KPK tetap menindaklanjuti laporan Yusril tersebut. "KPK jangan cuma bisa menyelidiki institusi lain," kata Ikrar. Pada kesempatan itu Ikrar menyatakan harapannya agar KPK mulai serius mengurusi kasus korupsi yang bernilai besar. Misalnya, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). "KPK jangan hanya ngurusin kasus Rp300 juta hingga Rp1 miliar. Itu kasus remeh-temeh. Cari dong kasus yang korupsinya segunung-gunung, yang selama ini tidak diutak-atik," kata Ikrar. Jika KPK tidak menyentuh kasus-kasus korupsi besar, katanya, jangan heran jika masyarakat menilai KPK adalah alat yang dipakai untuk menyingkirkan semua orang yang dianggap tidak loyal terhadap penguasa.(*)