Hal itu terbukti dari pernyataan Menteri Agama, Lukman Saifuddin, yang menyebutkan kementerian itu belum bisa memastikan ada atau tidak ada ISIS di Indonesia.
"Ini berarti tidak ada koordinasi antara pihak kepolisian dan BNPT dengan kementerian agama. Padahal, kementerian agama semestinya bisa dijadikan sebagai ujung tombak dalam melakukan sosialisasi dan antisipasi bahaya radikalisme dan terorisme di Indonesia," kata Daulay, dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu.
Dengan pernyataan menteri agama, kata dia, diyakini kementerian agama belum memiliki data dan fakta tentang ISIS di Indonesia.
"Data dan fakta itu masih secara ekslusif dimiliki kepolisian dan BNPT. Tak heran jika kementerian agama tidak pernah dilibatkan dalam upaya antisipasi terhadap bahaya gerakan tersebut," katanya.
Padahal, menurut Saleh, kementerian agama merupakan salah satu lembaga negara yang dinilai efektif dalam melakukan gerakan deradikalisasi di tengah-tengah masyarakat.
"Hal ini mengingat kementerian agama memiliki jaringan dan kantor yang tersebar secara merata di seluruh Indonesia," tuturnya.
Menurutnya, jaringan dan aparaturnya tentu bisa dimanfaatkan untuk melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap aktivitas kelompok-kelompok masyarakat yang dinilai menyimpang.
"Kantor Urusan Agama itu khan menyebar di seluruh Indonesia. Hampir seluruh kecamatan memiliki KUA. Ada PNS yang bekerja di sana. Tugasnya ya membina dan memfasilitasi umat dalam menjalankan agama. Sayang sekali kalau jaringan seperti ini tidak dimanfaatkan," ujarnya.
Dalam konteks itu, kata Saleh, kementerian agama, kepolisian, BNPT, dan lembaga-lembaga intelejen yang ada diharapkan dapat berkoordinasi dan bekerja sama.
"Selain operasi penangkapan dan penegakan hukum, upaya-upaya persuasif dan antisipatif juga diperlukan. Hal itu diyakini menjadi ranah kementerian agama yang selama ini bisa menjalin kerja sama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat," kata politisi Partai Amanat Nasional itu.