Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyoroti kebijakan investasi terkait kebijakan pengembangan industri batu bara dan pembangunan sejumlah proyek pembangkit listrik di berbagai daerah yang disokong negara Jepang.

"Masyarakat sipil mengeritik kebijakan investasi Jepang dalam bentuk batu bara," catat Kepala Unit Kajian Walhi, Pius Ginting, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan, Jepang adalah negara utama pengguna energi surya, namun dirinya merasa heran karena negara tersebut mengekspor teknologi energi dalam bentuk teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara ke Indonesia.

Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menurut dia, pada 21 Desember 2015 telah menulis surat resmi ke Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk meninjau kembali dukungan negara tersebut terhadap PLTU di Batang, Jawa Tengah, karena dugaan pelanggaran HAM dalam akuisisi lahan.

Selain itu, ia mengemukakan, perlawanan warga terhadap perampasan lahan di Batang sedang kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Menurut dia, lembaga keuangan dan perusahaan asal Jepang saat ini tengah gencar-gencarnya berekpansi dan menanamkan sahamnya di bidang batu bara dan pembangkit listrik di Indonesia.

Walhi menyatakan bahwa batu bara adalah sumber energi yang paling kotor karena menyebabkan pencemaran udara, air, dan penggundulan hutan di daerah sekitar pertambangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia pada tahun 2015, batu bara yang dibakar di sejumlah PLTU di Indonesia memancarkan sejumlah polutan, seperti mono-nitrogen oksida (NOx) dan sulfur tri-oksida (SO3), kontibutor utama dalam pembentukan hujam asam dan polusi.

Mayoritas pembangkit listrik yang akan dibangun menggunakan tenaga uap dengan bahan bakar batu bara.

Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PT PLN Persero) Sofyan Basir saat menyampaikan sambutan dalam pertemuan antara para kontraktor pembangkit tenaga listrik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden, Selasa (22 Desember 2015), mengatakan bahwa dari 17.340 Mega Watt (MW) pembangkit yang telah ditandatangani kontrak pembangunannya.

Kontrak pembangunan pembangkit itu, menurut dia, meliputi 4.291 MW menggunakan energi yang bersih dan terbarukan yaitu gas, air dan panas bumi.

"Selebihnya menggunakan batu bara dengan jumlah kapasitas mencapai 13.049 MW," demikian Sofyan Basir.

(T.M040/ )