Jakarta (ANTARA News) - Investor asal Tiongkok menyampaikan keinginannya untuk berinvestasi bidang industri farmasi berupa obat-obatan di Republik Indonesia (RI), kata Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Harjanto.

"Memang sudah ada mitra usaha yang datang ke kami, kebanyakan dari Tiongkok. Mereka melihat pangsa pasar yang besar," katanya di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, Program Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Indonesia menjadi peluang investasi baru produsen obat beberapa negara, termasuk Tiongkok.

Harjanto berharap agar investasi yang masuk adalah industri farmasi hulu yang memproduksi bahan baku hingga bahan setengah jadi obat-obatan.

Oleh karena, menurut dia, industri obat di Indonesia 90 persen masih bergantung pada bahan baku dan bahan setengah jadi impor.

"Kalau perusahaan obat sebagai hilir sudah ada 170 perusahaan. Kami harap yang masuk dari sektor hulu farmasi, sehingga bisa mengurangi ketergantungan impor," kata Harjanto.

Meskipun, ia mengemukakan, untuk bahan baku obat generik, tambahnya, sudah banyak perusahaan yang menggunakan bahan baku dari dalam negeri, karena memang tersedia.

Industri kimia, farmasi dan obat tradisional menjadi salah satu pendorong pertumbuhan industri nasional, di mana angka pertumbuhannya mencapai 10,21 persen pada triwulan III/2015.

Angka tersebut melejit dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2014 senilai 1,12 persen.

Adapun pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2012, di mana angkanya mencapai 12,78 persen hingga akhir tahun.