Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa penggunaan Dana Operasional Menteri (DOM) merupakan diskresi (kebebasan mengambil keputusan sendiri) menteri sehingga dapat digunakan sesuai dengan kepentingan menteri-menteri tersebut.

"DOM adalah suatu diskresi seorang menteri secara lumpsum (pembayaran secara sekaligus di awal), filosofinya bagaimana bantu menteri mengerjakan tugas-tugasnya termasuk sulit memisahkan tugas menteri dengan keseharian, misalnya, untuk bekerja dengan baik menteri harus dengan olahraga, bagaimana melakukannya dengan gaji menteri 19 juta?" kata Jusuf Kalla dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis.

Kalla menjadi saksi meringankan untuk terdakwa mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik yang diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait penggunaan DOM dan penerimaan hadiah dari pengusaha.

"Apalagi Menteri Pariwisata harus banyak relasi, mengundang makan, kalau hanya gaji tidak mungkin menggunakan itu saja. Itu filosofi DOM adalah dana untuk menteri mempermudah tugas-tugasnya dan sulit untuk memisahkan tugas menteri dan kesehariannya, itu yang dikeluarkan Pak SBY pada 2006 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 3 tahun 2006 dan mencabut aturan itu menjadi PMK No. 268 tahun 2014 supaya mempermudah menteri melakukan tugas-tugasnya," tambah Kalla.

Menurut Kalla. dalam setiap pemerintahan, pejabat negara mempunyai dana taktis yang dapat dibelanjakan secara leluasa.

"Tentu dengan pertangungjawaban yang baik, namun 2014 hal itu kita resmikan jadi dana operasional menteri (DOM) supaya ada dasar hukumnya jelas, dengan gaji Rp19 juta sulit sekali untuk menteri mengerjakan tugasnya dengan baik karena itu PMK No. 3 dijelaskan menteri butuh dana operasional yang tidak tercantum dalam anggaran dinasnya," jelas Kalla.

Penggunaan DOM itu juga tidak bisa dipisahkan antara tugas resmi sebagai menteri maupun kebutuhan keseharian.

"Sulit dipisahkan tugas resmi dan keseharian sebagai menteri. karena itu ada fakta PMK 3/2006 dicabut menjadi PMK 268/2014 jadi tidak perlu dipertanggungajwabakan secara langsung, cukup dengan lumpsum," ungkap Kalla.

Sedangkan penggunaan DOM juga hanya dijabarkan sebatas strategis dan penting.

"Strategis itu memang subjektif makanya saya ubah agar DOM diberikan sebagai diskresi karena yang menganggap penting sesuatu adalah menteri sendiri, itu bukan kita, dan menteri itu beda-beda tugasnya, menteri pariwisata tugasnya untuk promosi keluar negeri," tutur Kalla.

Artinya, penggunaan DOM pun bisa menjadi sangat fleksibel bagi seorang menteri.

"Maknanya DOM pada PMK 268/2014 sangat luas sekali, karena pada aturan yang baru disebut fleksibel saja, karena selain lumpsum diberikan fleksibel jadi bisa dibelanjakan luas sekali," ungkap Kalla.