Surabaya (ANTARA News) - Peneliti gerakan radikalisme dari UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Prof Akhmad Muzakki MAg Grad.Dipl.SEA MPhil PhD menegaskan bahwa serangkaian bom yang mengguncang Jakarta (14/1) itu merupakan aksi balas dendam sekelompok teroris kepada Polri.
"Modusnya mirip aksi di Masjid dan Mapolres Cirebon pada beberapa tahun lalu, karena ledakan di kawasan Sarinah Jakarta itu menyasar pos polisi, meski ada pula sasaran lain di lokasi parkir dan fasilitas umum, termasuk kantor media," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Kamis.
Guru Besar Sosiologi Pendidikan yang juga pakar Ilmu Kemasyarakatan dari UINSA Surabaya itu menilai aksi balas dendam itu terkait dengan serangkaian penangkapan teroris yang dilakukan Polri dalam beberapa bulan terakhir.
"Serangkaian penangkapan itu membuat sekelompok teroris menjadi sulit bergerak secara bebas, atau bahkan mereka juga mengalami kesulitan logistik, tapi kalau melihat dahsyatnya ledakan itu cenderung pada balas dendam akibat ruang gerak mereka yang dipersempit polisi," katanya.
Ditanya langkah antisipasi yang harus dilakukan Polri, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UINSA yang juga Sekretaris PWNU Jatim itu menyatakan Polri harus selalu siaga pada setiap terjadi gejolak di Timur Tengah.
"Hampir dapat dipastikan kalau ada gejolak di Timur Tengah, maka aksi teroris akan terjadi juga di Indonesia. Dalam pengamatan saya, hal itu selalu terjadi, karena itu Polri harus memahami geopolitik, bukan sekadar siaga dengan kejadian di dalam negeri," katanya.
Peneliti gerakan radikalisme sebut bom Thamrin itu aksi balas dendam
14 Januari 2016 12:38 WIB
Ledakan Bom di Jalan MT Thamrin, Jakarta, Kamis, (14/01/2016). (Istimewa)
Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: