Saksi KPAI ungkap kronologi pertemuan dengan Margriet
12 Januari 2016 13:55 WIB
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait (kedua kanan) dan ibu angkat Angeline, Margriet Megawe (kanan) memberi keterangan dalam persidangan kasus pembunuhan Angeline dengan terdakwa Agustay Hambamay di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (12/1). (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Denpasar (ANTARA News) - Arist Merdeka Sirait, saksi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa, mengungkap kronologi pertemuan dengan terdakwa Margriet Megawe.
Dalam sidang kasus pembunuhan Engeline (8) dengan terdakwa Agustay Hamdamay itu, Arist Merdeka menerangkan sebelum mendatangi rumah Margriet di Jalan Sedap Malam Denpasar, pihaknya sempat berkomunikasi melalui pesan singkat dengan terdakwa Margriet.
"Sebelum kami datang ke rumah Margriet, saya sempat mengirim pesan singkat kepada Margriet yang isinya ingin membantu nenemukan Engeline dan berjanji datang ke Jalan Sedap Malam secepatnya," ujar Sirait, dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Edward Haris Sinaga.
Ia menceritakan, pada 18 Mei 2015, pihaknya mendapat informasi dari media di Jakarta, bahwa ada anak hilang di Bali. Kemudian, KPAI merespon positif hal itu, karena banyak kasus pedofilia yang dilakukan orang asing di Bali.
Kemudian, Pada 19-20 Mei 2015, pihaknya minta komisi perlindungan anak di Bali (BPTP2A) untuk mencari info anak hilang itu.
Selanjutnya, pada 23 Mei 2015, saksi mengirim pesan singkat kepada Margriet untuk siap membantu mencari keberadaan Engeline yang hilang, namun tidak dibalas isi pesan singkat itu.
"Saya baru tiba di Bali pada 24 Mei 2015, karena pesawat menuju ke Bali mengalami keterlambatan," ujarnya.
Saat tiba di Bali pada 24 Mei 2015 itu, Margriet sempat lama membukakan pintu rumahnya, namun berkat bantuan anggota Polsek Dentim, pihak KPAI baru bisa masuk ke dalam halaman rumah Margriet.
"Ketika KPAI masuk ke dalam rumah, Margriet justru tidak memberikan kami berbicara di dalam rumah, namun diminta keluar rumah untuk berbicara," kata dia.
"Perasaan saya saat ditolak itu, menimbulkan kecurigaan saya ada persekongkolan jahat di dalam seisi rumah, melihat gestur tubuh Margriet dan seisi rumah, karena pengalaman saya apabila anak itu hilang tidak jauh dari lokasi kejadian," ujarnya.
Pada 25 Mei mendatangi sekolah Engeline dan Polresta Denpasar untuk menggali informasi lebih dalam terkait kasus hilangnya Engeline.
Saat bertemu wali kelas dan kepala sekolah menjelaskan korban tidak pernah diberi makan dan tidak mandi sehingga, sering diberi makan guru dan dimandikan.
Saat melaporkan ke Polda Bali pada 26 Mei sempat menyampaikan untuk menginformasikan kepada publik untuk anak hilang dan meminta kepolisian untuk menurunkan anjing pelacak, karena ada aroma yang tak sedap atau anyir di lingkungan rumah Margriet.
"Saat pertemuan dengan Polda Bali, pihaknya sempat menyampaikan kepada Polda Ronny M Sompie ada persekongkolan jahat di lingkungan rumah itu," kata Sirait.
Dalam sidang kasus pembunuhan Engeline (8) dengan terdakwa Agustay Hamdamay itu, Arist Merdeka menerangkan sebelum mendatangi rumah Margriet di Jalan Sedap Malam Denpasar, pihaknya sempat berkomunikasi melalui pesan singkat dengan terdakwa Margriet.
"Sebelum kami datang ke rumah Margriet, saya sempat mengirim pesan singkat kepada Margriet yang isinya ingin membantu nenemukan Engeline dan berjanji datang ke Jalan Sedap Malam secepatnya," ujar Sirait, dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Edward Haris Sinaga.
Ia menceritakan, pada 18 Mei 2015, pihaknya mendapat informasi dari media di Jakarta, bahwa ada anak hilang di Bali. Kemudian, KPAI merespon positif hal itu, karena banyak kasus pedofilia yang dilakukan orang asing di Bali.
Kemudian, Pada 19-20 Mei 2015, pihaknya minta komisi perlindungan anak di Bali (BPTP2A) untuk mencari info anak hilang itu.
Selanjutnya, pada 23 Mei 2015, saksi mengirim pesan singkat kepada Margriet untuk siap membantu mencari keberadaan Engeline yang hilang, namun tidak dibalas isi pesan singkat itu.
"Saya baru tiba di Bali pada 24 Mei 2015, karena pesawat menuju ke Bali mengalami keterlambatan," ujarnya.
Saat tiba di Bali pada 24 Mei 2015 itu, Margriet sempat lama membukakan pintu rumahnya, namun berkat bantuan anggota Polsek Dentim, pihak KPAI baru bisa masuk ke dalam halaman rumah Margriet.
"Ketika KPAI masuk ke dalam rumah, Margriet justru tidak memberikan kami berbicara di dalam rumah, namun diminta keluar rumah untuk berbicara," kata dia.
"Perasaan saya saat ditolak itu, menimbulkan kecurigaan saya ada persekongkolan jahat di dalam seisi rumah, melihat gestur tubuh Margriet dan seisi rumah, karena pengalaman saya apabila anak itu hilang tidak jauh dari lokasi kejadian," ujarnya.
Pada 25 Mei mendatangi sekolah Engeline dan Polresta Denpasar untuk menggali informasi lebih dalam terkait kasus hilangnya Engeline.
Saat bertemu wali kelas dan kepala sekolah menjelaskan korban tidak pernah diberi makan dan tidak mandi sehingga, sering diberi makan guru dan dimandikan.
Saat melaporkan ke Polda Bali pada 26 Mei sempat menyampaikan untuk menginformasikan kepada publik untuk anak hilang dan meminta kepolisian untuk menurunkan anjing pelacak, karena ada aroma yang tak sedap atau anyir di lingkungan rumah Margriet.
"Saat pertemuan dengan Polda Bali, pihaknya sempat menyampaikan kepada Polda Ronny M Sompie ada persekongkolan jahat di lingkungan rumah itu," kata Sirait.
Pewarta: I Made Surya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: