London (ANTARA News) - Pemerintah Inggris mempertimbangkan untuk memajukan waktu ujian General Certificate for Secondary Education (GCSE) dan A-Level atau setara ujian sekolah menengah atas tahun ini karena bertepatan dengan bulan suci Ramadhan yang dimulai tanggal 6 Juni mendatang.

Dimajukannya waktu ujian ini merupakan apresiasi bagi umat Islam di negara ini yang jumlahnya hampir lima persen atau sekitar 2,71 juta jiwa pada tahun 2015, ujar dosen di Essex Bisnis School, University Essex, Murniati Mukhlisin, kepada Antara London, Sabtu.

Tahun ini ujian GCSE dan A-Level akan dimulai 16 Mei sampai 29 Juni, sementara bulan Ramadhan dimulai 6 Juni hingga 5 Juli mendatang.

Ia mengatakan, usia para pelajar yang akan ikut ujian tersebut berkisar antara 15 sampai 17 tahun yang artinya mereka yang beragama Islam sudah berusia baligh dan wajib berpuasa.

Menurut konsultan Sakinah Finance itu, negara yang sangat menjunjung tinggi hak anak ini sangat memikirkan kondisi fisik para pelajar yang harus menahan haus dan lapar di saat ujian. Bukan hanya dipercepat namun ujian yang terpaksa jatuh pada Bulan Puasa akan lebih banyak dibuat di pagi harinya.

Adapun ujian yang akan diadakan sebelum bulan puasa dimulai adalah Bahasa Inggris dan Matematika, yang merupakan mata kuliah umum yang akan diikuti oleh semua pelajar.

Layyina Tamanni, pelajar asal Indonesia yang saat ini bermukim di Inggris akan menghadapi ujian GCSE pada bulan Mei dan Juni, sangat menghargai pemerintah Inggris atas keputusan tersebut.

"Tahun lalu saya berpuasa hampir 19 jam sehari tetapi tidak merasa berat karena bertepatan dengan hari libur. Tahun ini saya harus puasa panjang lagi dan kali ini bertepatan pada saat ujian," ujar Layyina yang beberapa waktu yang lalu menjadi juara Young Journalism Competition di Colchester, kota tempat dia sekolah.

Seperti dilansir koran Daily Mail, keputusan perubahan tanggal ini memunculkan kritikan dari perwakilan Christian Concern, Colin Hart yang menyatakan tidak seharusnya diistimewakan karena masyarakat Muslim adalah minoritas.

Namun pihak National Secular Society yang diwakili Keith Porteous Wood menyatakan setuju jika banyak pelajar Muslim yang terkena dampaknya asalkan jangan menjadikan jadwalnya kacau.

Apapun perdebatannya, Panitia Ujian menetapkan dan keputusan ini menjadi simbol kerukunan berbagai kelompok agama di negara Kristen Ortodoks Ratu Elizabeth ini.