Tokoh muda Hindu gagas ritual "Metatah" massal
8 Januari 2016 09:30 WIB
Umat Hindu mengusung benda-benda sakral menuju sumber mata air dalam upacara Melasti di Pura Besakih, Karangasem, Bali, Rabu (1/4/15). (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Denpasar (ANTARA News) - Tokoh muda Hindu Bali yang juga akademisi Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar, Bali, I Kadek Satria, SAg MPdH menggagas ritual pembersihan dosa (metatah) di Desa Pedawa, salah satu desa tua di Kabupaten Buleleng.
"Gagasan tersebut sebagai upaya meringankan beban masyarakat karena biasanya ritual tersebut memerlukan biaya besar," kata I Kadek Satria di Denpasar, Jumat.
Ia menjelaskan, sebuah gagasan tersebut yang cukup memerlukan perjuangan mengingat desa Pedawa adalah salah satu bagian dari desa Bali aga, sehingga tradisi secara turun-temurun harus dilaksanakan. "Ke depan akan terus dilanjutkan," papar dia.
"Namun berkat dharmawacana atau ceramah secara intens dilakukan hingga ahirnya pelaksanaan tradisi kuna bisa dilaksanakan dengan biaya terjangkau," kata dia.
Ia menambahkan, sampai akhirnya pihaknya bersama-sama masyarakat Pedawa mesangih massal dengan harapan tetap dilakukan dengan tradisi budaya lokal tetapi dengan biaya terjangkau.
Satria memaparkan, pelaksanaan "metatah" massal itu mengeluarkan biaya cukup besar namun karena dikerjakan secara swadaya bersama-sama maka biayanya menjadi kecil dan tidak memberatkan masyarakat. "Satu orang menghasilkan dua juta dan upacara sudah selesai," terang satria.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, salah satu tradisi yang harus ada dalam setiap pelaksanaan metatah massal yang menentukan mahalnya biaya ialah ritual ngandekang, ritual yang melibatkan kehadiran pemuka-pemuka penting di desa Pedawa.
"Setiap pelaksanaan upacara mesangih di Pedawa harus ada upacara Ngendekang yaitu menghadirkan hulun-hulun desa, pemerintah desa dan balian desa," jelasnya.
Sementara tujuan pelaksanaan mesangih yang dilaksanakan di desa pedawa adalah simbol kedewasaan dan sebagai kesiapan seseorang untuk bersiap menapaki masa berumah tangga. Mesangih diartikan sebagai kedewasaan dan juga dapat diperbolehkan untuk menikah, demikian Satria.
"Gagasan tersebut sebagai upaya meringankan beban masyarakat karena biasanya ritual tersebut memerlukan biaya besar," kata I Kadek Satria di Denpasar, Jumat.
Ia menjelaskan, sebuah gagasan tersebut yang cukup memerlukan perjuangan mengingat desa Pedawa adalah salah satu bagian dari desa Bali aga, sehingga tradisi secara turun-temurun harus dilaksanakan. "Ke depan akan terus dilanjutkan," papar dia.
"Namun berkat dharmawacana atau ceramah secara intens dilakukan hingga ahirnya pelaksanaan tradisi kuna bisa dilaksanakan dengan biaya terjangkau," kata dia.
Ia menambahkan, sampai akhirnya pihaknya bersama-sama masyarakat Pedawa mesangih massal dengan harapan tetap dilakukan dengan tradisi budaya lokal tetapi dengan biaya terjangkau.
Satria memaparkan, pelaksanaan "metatah" massal itu mengeluarkan biaya cukup besar namun karena dikerjakan secara swadaya bersama-sama maka biayanya menjadi kecil dan tidak memberatkan masyarakat. "Satu orang menghasilkan dua juta dan upacara sudah selesai," terang satria.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, salah satu tradisi yang harus ada dalam setiap pelaksanaan metatah massal yang menentukan mahalnya biaya ialah ritual ngandekang, ritual yang melibatkan kehadiran pemuka-pemuka penting di desa Pedawa.
"Setiap pelaksanaan upacara mesangih di Pedawa harus ada upacara Ngendekang yaitu menghadirkan hulun-hulun desa, pemerintah desa dan balian desa," jelasnya.
Sementara tujuan pelaksanaan mesangih yang dilaksanakan di desa pedawa adalah simbol kedewasaan dan sebagai kesiapan seseorang untuk bersiap menapaki masa berumah tangga. Mesangih diartikan sebagai kedewasaan dan juga dapat diperbolehkan untuk menikah, demikian Satria.
Pewarta: Andi Purnomo dan Rhismawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: