Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menginvestasikan Rp18 triliun dalam kontrak Kesepakatan Pembagian Biaya (CSA) pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X yang dkerjakan bersama antara Indonesia dan Korea Selatan.

"Sebanyak Rp18 triliun. Itu yang kita keluarkan," kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, di Jakarta, Kamis.




Dana sebesar itu belum sampai ke lini produksi massal melainkan baru di tingkat produksi purwarupa, yang dicadangkan sebanyak tiga unit.




Informasi tambahan menyatakan, diperlukan enam purwarupa dengan biaya keseluruhan Rp111 triliun. Dalam tahapan ini, Indonesia menanggung 20 persen keperluan biaya.




Jika program ini tetap berlanjut sampai lini produksi, belum diungkap harga perunit KF-X/IF-X, begitupun belum diungkap spesifikasi yang akan diterapkan bagi kedua negara pengguna, Indonesia dan Korea Selatan.

Jumlah itu, kata dia, merupakan 20 persen dari nilai keseluruhan biaya proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, di mana pihak Korea Selatan akan membiayai 80 persen dari total proyek.



KF-X/IF-X untuk Indonesia diproyeksikan selesai pada 2025 dan Indonesia memerlukan dua skuadron KF-X/IF-X, yang akan dibiayai melalui mekanisme berbeda.




Pembuatan dua unit pesawat purwarupa akan dilakukan di Korea Selatan dan satu unit pesawat sisanya dirakit di Indonesia.


Pengerjaan pembuatan pesawat tersebut juga melibatkan ilmuwan dari kedua negara. Hitung-hitungannya,
"Satu dua di sana, tapi satu itu 20 persen orangnya (Indonesia), yang kedua 50 persen, yang ketiga di sini 80 persen," kata dia.

Pesawat tempur KF-X/IF-X yang akan dibuat oleh Korea Selatan dan Indonesia tersebut merupakan generasi paling baru. "Itu generasi 4.5, lebih tinggi dari F-16," ujar Ryamizard.




Generasi terakhir F-16 adalah F-16 Block 60, yang diberi nickname Viper. yang jauh lebih canggih ketimbang varian terkini, yaitu F-16 Block 52. Bahkan Amerika Serikat belum menerbangkan F-16 Viper pada jajaran arsenalnya.

Ryacudu mengatakan seluruh komponen menggunakan pengembangan dari Korea Selatan, tanpa melibatkan perusahaan di negara lain seperti Amerika Serikat atau Prancis. "Nanti dikembangkan di Korea, dituntaskan semua di sana," ucapnya, menjelaskan.

Dia menekankan, Indonesia harus mampu membuat pesawat tempur produksi sendiri, dan berhenti membeli dari negara lain guna meningkatkan kemampuan pertahanan udara.

Bahkan ia mengatakan Indonesia akan memproduksi pesawat tempur untuk dijual kembali ke negara lain.

Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai tanda mulai pelaksanaan tahap kedua pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X antara Indonesia-Korea Selatan.

Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Timbul Siahaan, dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd, Ha Sung Yong.

Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan Ryacudu dan Menteri Urusan Program Administrasi Minister Pembelian Produk Pertahanan Korea Selatan (DAPA), Chang Myoungjin.