Ambon (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Erry Riyana Hardjapamekas, menilai wajar permintaan Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Hasanuddin agar lembaga itu dibubarkan saja. "Pendapat seperti ini sangat wajar dan saya juga bisa bilang KNPI dibubarkan saja. Tetapi pernyataan seperti ini sangatlah emosional," katanya saat dikonfirmasi pers di Ambon, Selasa. Erry yang berada di Ambon didampingi Penasehat KPK Abdullah Hehamahua, mengatakan saran pembubaran satu lembaga negara, termasuk KPK, harus dilakukan oleh DPR dan pemimpin bangsa ini, bukan oleh kelompok orang atau pemuda yang mengatasnamakan organisasi. Permintaan pembubaran KPK itu disampaikan Hasanuddin saat bertemu dan berdialog dengan Komisi III, DPR beberapa waktu lalu, karena menilai lembaga ini tidak mampu menegakkan hukum terhadap para koruptor. KNPI juga berpendapat KPK terkesan melakukan "tebang pilih" dalam pemberantasan kasus-kasus korupsi yang jelas-jelas teridentifikasi melibatkan oknum-oknum pejabat negara, di samping kehadirannya KPK cenderung melakukan pemborosan keuangan negara dan kinerjanya diragukan serta tidak optimal dalam memberantas korupsi. Erry mengingatkan pembubaran sebuah lembaga negara tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan, karena harus melalui prosedur dan pengkajian yang matang jika sebuah lembaga harus dibubarkan. Ia mengakui keberadaan lembaga ini untuk mengatasi dan memberantas masalah korupsi yang semakin merajalela di tengah-tengah bangsa ini yang bagaikan sebuah penyakit yang telah mencapai stadium empat atau dalam kondisi yang memprihatinkan. Penanganan pemberantasan kasus-kasus korupsi memang harus dilakukan oleh lembaga khusus yang independen, sama seperti yang dilakukan oleh negara-negara maju. "Tidak mudah untuk mengatasi dan menuntaskan maraknya kasus-kasus korupsi karena membutuhkan waktu lama untuk mengungkapkannya, namun jika tidak dimulai dari sekarang maka akan semakin merajalela," ujarnya. KPK sendiri dalam 2006 menerima laporan tindak pidana korupsi dari masyarakat maupun SLM sebanyak 18.000 kasus. Sebanyak 25 kasus yang bisa ditangani hingga ke tingkat penuntasan di pengadilan, karena memiliki bukti yang kuat, sedangkan sisanya membutuhkan klarifikasi, telaah dan analisis mendalam untuk memperoleh bukti dan fakta hukumnya. Ditambahkannya sistem pemerintahan negara dari pusat hingga daerah perlu dibenahi lebih jauh, karena kenyataannya masih memberi ruang cukup besar terhadap terjadinya tindak pidana korupsi. Sementara itu, Penasehat KPK Abdullah Hehamahua menegaskan, korupsi yang terjadi ditanah air terbagi dua bagian besar yakni korupsi karena kebutuhan dan korupsi karena keserakahan. Dicontohkan korupsi karena kebutuhan di antaranya menambah atau menaikkan perjalanan dinas dari tiga hari menjadi lima hari karena kecilnya biaya perjalanan. Sedangkan korupsi karena keserakahan yakni mengambil sesuatu yang bukan merupakan haknya. "Korupsi karena keserakahan ini yang dibidik KPK untuk diselesaikan karena sangat merugikan keuangan negara dan masyarakat banyak," ujar Hehamahua. (*)