Pemerintah buka opsi diversifikasi sumber impor pangan
22 Desember 2015 18:34 WIB
Dokumentasi seorang perajin dan penjual tempe menata dagangannya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (7/1). Tekanan impor pangan pada tahun 2014 khususnya beras, jagung, kedelai dan gandum menjadi ancaman upaya peningkatan produksi petani dikarenakan cadangan pangan dunia naik sekitar 1,4-10,1 persen dan berpotensi menekan harga produk pangan yang masuk ke Indonesia. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah membuka opsi untuk menganekaragaman impor dalam upaya reformasi pengadaan bahan pangan agar tidak tergantung dari satu atau dua sumber saja, namun membuka peluang dari berbagai negara atau wilayah lain.
"Secara prinsip, untuk reformasi pengadaan pangan dimana menteri pertanian dan saya setuju adalah diversifikasi sumber pangan," kata Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, dalam jumpa pers, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu.
Salah satu contoh bahan pangan yang akan dicarikan sumber impor dari negara lain adalah untuk sapi atau daging sapi. Sejauh ini, mayoritas impor daging atau sapi Indonesia berasal dari Australia untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
"Memang kami khawatir bahwa kita punya ketergantungan yang terlalu besar secara proporsi kepada Australia, dan kami menginginkan adanya diversifikasi sumber (impor). Misal dari Korea Selatan atau India," kata dia.
Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan impor sapi dari Australia tersebut adalah dengan merasionalisasi aturan yang terkait penyakit mulut dan kuku sapi-sapi yang akan diimpor.
Berdasarkan UU Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Indonesia dimungkinkan mengimpor sapi dengan menggunakan sistem zone based dalam kondisi tertentu, bukan hanya dengan country based seperti yang berlaku selama ini.
"Salah satu upaya untuk merasionalisasi, yaitu terkait penyakit mulut dan kuku (PMK) yang berdasarkan negara. Negara itu kan besar sekali, jika ada satu bagian kecil dari negara besar terkena PMK, untuk wilayah lain yang jauh dari tempat itu apakah juga terkena," kata Lembong.
Selain sapi dan daging sapi, lanjut dia, terkait juga dengan importasi beras dimana Indonesia memiliki ketergantungan cukup besar dari negara lain, di antaranya Vietnam dan Thailand. Dia mengatakan, pemerintah saat ini sedang mempelajari apakah dimungkinkan untuk mengimpor beras dari negara lain. Amerika Serikat juga eksportir beras utama dunia.
Terkait importasi beras, dia mengatakan masih terlalu dini untuk memberikan komentar soal impor beras tambahan pada 2016. Saat ini, masih dalam tahapan perencanaan yang masih dibahas oleh pemerintah baik untuk kuota impor daging, gula, dan juga beras.
"Dimana terjadi kenaikan harga, maka ada kelangkaan stok. Tentunya kami akan buka keran impor, karena kita tidak akan mungkin mengorbankan kepentingan konsumen atau kestabilan makro ekonomi khususnya inflasi," ujar dia.
"Secara prinsip, untuk reformasi pengadaan pangan dimana menteri pertanian dan saya setuju adalah diversifikasi sumber pangan," kata Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, dalam jumpa pers, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu.
Salah satu contoh bahan pangan yang akan dicarikan sumber impor dari negara lain adalah untuk sapi atau daging sapi. Sejauh ini, mayoritas impor daging atau sapi Indonesia berasal dari Australia untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
"Memang kami khawatir bahwa kita punya ketergantungan yang terlalu besar secara proporsi kepada Australia, dan kami menginginkan adanya diversifikasi sumber (impor). Misal dari Korea Selatan atau India," kata dia.
Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan impor sapi dari Australia tersebut adalah dengan merasionalisasi aturan yang terkait penyakit mulut dan kuku sapi-sapi yang akan diimpor.
Berdasarkan UU Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Indonesia dimungkinkan mengimpor sapi dengan menggunakan sistem zone based dalam kondisi tertentu, bukan hanya dengan country based seperti yang berlaku selama ini.
"Salah satu upaya untuk merasionalisasi, yaitu terkait penyakit mulut dan kuku (PMK) yang berdasarkan negara. Negara itu kan besar sekali, jika ada satu bagian kecil dari negara besar terkena PMK, untuk wilayah lain yang jauh dari tempat itu apakah juga terkena," kata Lembong.
Selain sapi dan daging sapi, lanjut dia, terkait juga dengan importasi beras dimana Indonesia memiliki ketergantungan cukup besar dari negara lain, di antaranya Vietnam dan Thailand. Dia mengatakan, pemerintah saat ini sedang mempelajari apakah dimungkinkan untuk mengimpor beras dari negara lain. Amerika Serikat juga eksportir beras utama dunia.
Terkait importasi beras, dia mengatakan masih terlalu dini untuk memberikan komentar soal impor beras tambahan pada 2016. Saat ini, masih dalam tahapan perencanaan yang masih dibahas oleh pemerintah baik untuk kuota impor daging, gula, dan juga beras.
"Dimana terjadi kenaikan harga, maka ada kelangkaan stok. Tentunya kami akan buka keran impor, karena kita tidak akan mungkin mengorbankan kepentingan konsumen atau kestabilan makro ekonomi khususnya inflasi," ujar dia.
Pewarta: Vicky Febrianto
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: