Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan sekira 150 investor pembangkit listrik guna mempercepat proyek 35.000 MW di Istana Negara.

"Jadi, pertemuan sekarang ini saya ingin menekankan lagi 35.000 MW itu kebutuhan. Memang itu bukan angka yang kecil, oleh karena itu setiap minggu, bulan selalu saya ikuti, dirut PLN, menteri selalu saya panggil," kata Presiden kepada investor di Istana Negara Jakarta, Selasa.

Presiden Jokowi menegaskan bahwa urusan listrik bukan urusan PLN saja, tetapi sudah menjadi urusan negara dan dirinya berharap defisit listrik segera teratasi.

"Tiap saya ke daerah, keluhannya sama, listriknya byar pet. Listriknya kurang. Dan, itu bukan kesalahannya menteri atau dirut PLN, tapi ada masalah seperti itu harus diselesaikan," ujar Presiden.

Presiden Jokowi kembali menegaskan, kebutuhan listrik 35.000 MW harus segera dipenuhi sehingga pemerintah melakukan deregulasi aturan untuk mempercepat target.

"Listrik 35.000 MW mampu kita penuhi. Dengan cara izin-izin yang terlalu ruwet, izin-izin yang terlalu lama, potong. Itu yang sekarang ini kita lakukan," ungkap Presiden.

Presiden juga sedikit lega dengan proyek 17.300 MW dari proyek 35.000 MW sudah ditandatangani.

"Saya dilapori sampai akhir tahun ini sudah ketemu 17.300 MW. Perkiraan saya, kalau bisa lepas dari 10.000 MW, maka 35.000 MW itu bisa selesai," kata Presiden.

Selain itu, Presiden juga bertanya satu per satu kepada para investor yang hadir terkait komitmen penyelesaian proyek listrik nasional maksimal tahun 2019.

Salah satu investor pembangkit listrik tenaga panas bumi (geotermal) di Nusa Tenggara Timur (NTT) menyatakan, akan menyelesaikan proyeknya pada akhir 2019, namun Presiden meminta untuk mempercepatnya.

"Tidak bisa kerja siang malam? Kita ini dikejar-kejar oleh rakyat, saya harus menyikapai itu juga dengan cara cepat," kata Presiden Jokowi.

Hal yang sama ketika bertanya kepada investor pembangkit listrik dari Jepang yang berlokasi di Batang, Jawa Tengah, yang menargetkan selesai 2020.

"Rencana Maret 2020. Itu dengan asumsi bahwa masalah tanah sudah selesai," kata perwakilan investor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang tersebut.

Presiden mengakui bahwa PLTU Batang terganjal masalah pembebasan tanah hingga empat tahun baru selesai, namun tidak berarti tidak bisa dipercepat.

"Saya nggak mau 2020, maju 2019 harus bisa. Saya tahu Jepang agak mundur, tapi sekarang saya minta agak maju. Kalau kerja siang malam bisa?" tanya Presiden.

Mendapat permintaan Presiden, pihak perwakilan investor Jepang menyatakan mengusahakan sekitar 2019 selesai.

Kemudian, Presiden menegaskan bahwa pemerintah akan membantu para investor, termasuk pembebasan lahan agar proyek 35.000 MW itu dapat selesai tepat waktu.

Presiden menegaskan bahwa dirinya akan mengecek satu per satu agar target yang diberikan dapat selesai tepat waktu.

"Saya kerja seperti ini, tanya satu-satu, cek satu-satu karena ini menjadi catatan saya. Saya ingin kerja detail dan betul-betul dilaksanakan di lapangan," demikian Presiden Joko Widodo.