Pengelolaan sampah berbasis masyarakat perlu diperbanyak
18 Desember 2015 23:17 WIB
Dokumentasi aktivitas pembuangan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (26/10). (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Jepara, Jawa Tengah (ANTARA News) - Pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan model bank sampah perlu diperbanyak di setiap wilayah sehingga bisa meminimalkan timbunan sampah serta dampak negatif di daerah masing-masing, kata anggota Komisi VII DPR, Daryatmo Mardiyanto.
"Selama ini, masyarakat belum sadar bahwa tempat pembuangan akhir (TPA) sampah nantinya juga akan penuh," ujarnya, saat serah terima motor bak sampah dalam rangka mendorong pengembangan infrastruktur hijau di aula Kantor Kecamatan Mayong, Jepara, Jumat.
Ketika sampah di TPA mulai penuh, kata dia, biasanya akan muncul berbagai persoalan, seperti halnya kasus TPA Bantar Gebang mulai muncul protes karena polusi bau dan lain sebagainya.
Padahal, kata dia, awal keberadaan TPA biasanya jauh dari pemukiman, namun seiring berjalannya waktu, akhirnya pemukiman penduduk semakin bertambah dan semakin mendekati TPA.
Kasus serupa, ujar dia, memungkinkan terjadi di daerah lain, sehingga perlu didorong pengelolaan sampah berbasis masyarakat atau secara mandiri.
"Kami lebih sepakat jika pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan sosial, bukannya pendekatan investasi," ujarnya.
Dengan pelibatan masyarakat, kata dia, secara perlahan akan terbangun kemandirian lokal dan kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan, terutama dengan permasalahan sampah.
Keberadaan bank sampah yang dikelola masyarakat, kata dia, saat ini sudah menunjukkan hasil karena bisa menghasilkan uang lewat pembuatan kerajinan dari sampah plastik yang susah terurai ketika ditimbun di tanah.
Bahkan, omzet dari ribuan bank sampah di Tanah Air sesuai informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencapai belasan miliar rupiah per bulan.
"DPR akan mendorong pemerintah untuk ikut memajukan keberadaan bank sampah lewat penganggaran untuk memberikan permodalan," ujarnya.
"Selama ini, masyarakat belum sadar bahwa tempat pembuangan akhir (TPA) sampah nantinya juga akan penuh," ujarnya, saat serah terima motor bak sampah dalam rangka mendorong pengembangan infrastruktur hijau di aula Kantor Kecamatan Mayong, Jepara, Jumat.
Ketika sampah di TPA mulai penuh, kata dia, biasanya akan muncul berbagai persoalan, seperti halnya kasus TPA Bantar Gebang mulai muncul protes karena polusi bau dan lain sebagainya.
Padahal, kata dia, awal keberadaan TPA biasanya jauh dari pemukiman, namun seiring berjalannya waktu, akhirnya pemukiman penduduk semakin bertambah dan semakin mendekati TPA.
Kasus serupa, ujar dia, memungkinkan terjadi di daerah lain, sehingga perlu didorong pengelolaan sampah berbasis masyarakat atau secara mandiri.
"Kami lebih sepakat jika pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan sosial, bukannya pendekatan investasi," ujarnya.
Dengan pelibatan masyarakat, kata dia, secara perlahan akan terbangun kemandirian lokal dan kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan, terutama dengan permasalahan sampah.
Keberadaan bank sampah yang dikelola masyarakat, kata dia, saat ini sudah menunjukkan hasil karena bisa menghasilkan uang lewat pembuatan kerajinan dari sampah plastik yang susah terurai ketika ditimbun di tanah.
Bahkan, omzet dari ribuan bank sampah di Tanah Air sesuai informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencapai belasan miliar rupiah per bulan.
"DPR akan mendorong pemerintah untuk ikut memajukan keberadaan bank sampah lewat penganggaran untuk memberikan permodalan," ujarnya.
Pewarta: Akhmad Lathif
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: