Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Yudisial (KY) untuk masa jabatan tahun 2015-2020 yang lolos uji kelayakan dan kepatutan ("fit and proper test") di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pengucapan sumpah anggota KY terpilih itu dilakukan di Istana Negara Jakarta, Jumat.

Lima anggota KY yang membacakan sumpah tersebut adalah Dr. H. Maradaman Harahap, S.H., M.H.; Sukma Violetta, S.H., L.L.M.; Dr. H. Sumartoyo, S.H., M.HUM.; Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H.; Dr. Farid Wajdi, S.H., M.Hum.

Kelima anggota KY terpilih mengucapkan sumpah sesuai agama yang dianutnya masing-masing di hadapan Presiden. Mereka kemudian menandatangani Berita Acara "Pengucapan Sumpah Anggota Komisi Yudisial Masa Jabatan Tahun 2015-2020" di hadapan Presiden satu persatu.

Hadir pada kesempatan itu sejumlah pejabat di antaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko PMK Puan Maharani, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, Menteri BUMN Rini Soemarno, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, serta para anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Setelah pengucapan dan penandatanganan tersebut kemudian dikumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Para anggota KY pun selanjutnya mendapatkan ucapan selamat dari Presiden dan Wakil Presiden serta tamu undangan yang hadir.

Pada 20 Oktober 2015, DPR menyampaikan persetujuan terhadap lima dari tujuh nama yang diajukan Presiden. Kelima nama itu yaitu Joko Sasmito, Maradaman Harahap, Farid Wajdi, Sukma Violetta, dan Sumartoyo.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung setelah acara pengucapan sumpah jabatan tersebut mengatakan pada dasarnya pemerintah akan memenuhi kebutuhan (pimpinan KY) sesuai jumlah yang diatur dalam perundang-undangan.

"Tadi baru dilantik lima yang dua akan menyusul secepatnya. Karena proses ini harus dengan DPR. Karena kan ada dua yang belum memenuhi kriteria sehingga perlu diajukan baru nanti akan dikomunikasian dengan DPR karena KY kan perlu persetujuan DPR," tutur Pramono.