Perambahan hutan Negara di Jambi kian marak
15 Desember 2015 20:01 WIB
Hutan Harapan Indonesia Foto udara lokasi restorasi Hutan Harapan dikawasan hutan Sumatra, Jambi. (FOTO ANTARA/Reno Esnir) ()
Jambi (ANTARA News) - Perambahan hutan negara di Sungai Tebal, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, oleh masyarakat kian marak namun pemerintah provinsi kesulitan menangani kasus itu.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jambi Irmansyah mengatakan, Dishut Provinsi Jambi tidak bisa menangani kasus itu sendiri. Perambahan hutan di kawasan tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2007 lalu, dan tidak dilakukan oleh warga asli Sungai Tebal.
"Itu perambahan dilakukan oleh warga Pagar Alam, Sumsel. Dan itu sudah terjadi sejak sekitar tahun 2007 lalu," kata Irmansyah di Jambi, Selasa.
Persoalan ini, menurutnya melibatkan dua Provinsi yakni Jambi dan Sumatra Selatan. Sehingga tidak bisa persoalan ini diselesaikan oleh Pemprov Jambi sendiri atau Pemprov Sumsel sendiri. Campur tangan pemerintah Pusat menurutnya sangat dibutuhkan.
"Apalagi hanya diatasi oleh satu kabupaten saja, tidak mungkin terselesaikan," katanya.
Irmansyah mengatakan bahwa hutan Negara yang dirambah dan dicaplok masyarakat tersebut merupakan hutan yang berfungsi sebagai hutan konservasi. Bahkan tingkat illegal logging di hutan itu tinggi.
"Kultur masyarakat yang merambah itu sangat berbeda sekali dengan masyarakat sekitar. Sehingga jika tidak ditangani secara hari-hati, akan sangat berpotensi mengakibatkan situasi yang tidak kondusif," katanya menjelaskan.
Menurutnya, warga Pagar Alam yang sudah melalukan perambahan dan mencaplok lahan tersebut cukup banyak. Yakni mencapai 15 ribu orang, dengan jumlah Kepala Keluar LGA sebanyak 3000.
"Sudah cukup banyak. Untuk berapa luas yang sudah dikuasai, itu belum termonitor," kata Irmansyah.
Irmansyah mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyampaikan persoalan ini kepada tim penyelesaian konflik di Pusat. Dan Berdasarkan Kepres No 1 tahun 2013, persoalan ini membutuhkan bantuan dari pusat.
"Ditambah lagi hutan yang dirambah adalah hutan negara yang berfungsi sebagai hutan konservasi. Jadi memang harus pusat yang selesaikan, ini menjadi PR juga buat kita," ujarnya.
Disinggung apakah perambahan ini bisa dipidana, Irmansyah mengatakan akan disesuaikan dengan aturan yang ada. Akan ada peninjauan sejauh mana kesalahan yang dilakukan oleh para perambah-perambah tersebut.
"Nanti akan ditinjau. Namun yang jelas ini berhubungan dengan pengrusakan hutan," katanya menambahkan.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Jambi Irmansyah mengatakan, Dishut Provinsi Jambi tidak bisa menangani kasus itu sendiri. Perambahan hutan di kawasan tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2007 lalu, dan tidak dilakukan oleh warga asli Sungai Tebal.
"Itu perambahan dilakukan oleh warga Pagar Alam, Sumsel. Dan itu sudah terjadi sejak sekitar tahun 2007 lalu," kata Irmansyah di Jambi, Selasa.
Persoalan ini, menurutnya melibatkan dua Provinsi yakni Jambi dan Sumatra Selatan. Sehingga tidak bisa persoalan ini diselesaikan oleh Pemprov Jambi sendiri atau Pemprov Sumsel sendiri. Campur tangan pemerintah Pusat menurutnya sangat dibutuhkan.
"Apalagi hanya diatasi oleh satu kabupaten saja, tidak mungkin terselesaikan," katanya.
Irmansyah mengatakan bahwa hutan Negara yang dirambah dan dicaplok masyarakat tersebut merupakan hutan yang berfungsi sebagai hutan konservasi. Bahkan tingkat illegal logging di hutan itu tinggi.
"Kultur masyarakat yang merambah itu sangat berbeda sekali dengan masyarakat sekitar. Sehingga jika tidak ditangani secara hari-hati, akan sangat berpotensi mengakibatkan situasi yang tidak kondusif," katanya menjelaskan.
Menurutnya, warga Pagar Alam yang sudah melalukan perambahan dan mencaplok lahan tersebut cukup banyak. Yakni mencapai 15 ribu orang, dengan jumlah Kepala Keluar LGA sebanyak 3000.
"Sudah cukup banyak. Untuk berapa luas yang sudah dikuasai, itu belum termonitor," kata Irmansyah.
Irmansyah mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyampaikan persoalan ini kepada tim penyelesaian konflik di Pusat. Dan Berdasarkan Kepres No 1 tahun 2013, persoalan ini membutuhkan bantuan dari pusat.
"Ditambah lagi hutan yang dirambah adalah hutan negara yang berfungsi sebagai hutan konservasi. Jadi memang harus pusat yang selesaikan, ini menjadi PR juga buat kita," ujarnya.
Disinggung apakah perambahan ini bisa dipidana, Irmansyah mengatakan akan disesuaikan dengan aturan yang ada. Akan ada peninjauan sejauh mana kesalahan yang dilakukan oleh para perambah-perambah tersebut.
"Nanti akan ditinjau. Namun yang jelas ini berhubungan dengan pengrusakan hutan," katanya menambahkan.
Pewarta: Dodi Saputra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: