Pusat teknologi kereta Tiongkok inspirasi Indonesia
11 Desember 2015 16:39 WIB
Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan meninjau Pusat Pengembangan Teknologi dan Industri Perkeretaapian di Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat. (ANTARA News/Sella Panduarsa gareta)
Bandung (ANTARA News) - Pusat riset dan teknologi industri kereta Tiongkok milik China Railway Rolling Stock Corporation (CRRC) Qingdao Sifang Co Ltd menginspirasi Indonesia untuk mengembangkan hal serupa.
"Memang Pusat Teknologi dan Pengembangan Industri Perkeretaapian Indonesia masih sangat jauh dibanding di Tiongkok, tapi kita sudah memulainya," kata Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan di Bandung, Jumat.
Menurut Putu, pusat riset milik CRRC tersebut terbilang lengkap, karena bersifat terintegrasi, mulai dari mulai dari pembuatan desain, produksi komponen, hingga fasilitas produksi massal kereta itu sendiri.
Di atas lahan seluas 180 hektar, pusat riset CRRC memiliki jalur pengetesan kereta sendiri untuk menguji coba produksi yang dihasilkan.
Meskipun demikian, Putu menambahkan, masih banyak komponen kereta CRRC diimpor dari berbagai negara, namun hal tersebut tidak menjadi persoalan, karena yang terpenting adalah penguasaan konsep dan teknologi pembuatan keretanya.
"Satu rangkaian itu mereka punya teknologinya, walaupun bukan bikinan mereka sendiri. Saya beberapa komponen produksi General Electronic dan Siemens. Tapi, untuk perawaratan mereka bisa," ujar Putu.
Putu menambahkan, Tiongkok mengembangkan pusat riset dan produksi CRRC selama lima tahun dengan modal disetor sekitar Rp10-15 trliun.
Jika dibandingkan dengan Indonesia, Pusat Pengembangan Teknologi dan Industri Perkeretapian Indonesia yang ada di Institut Teknologi Bandung (ITB) baru saja diresmikan.
Diharapkan, pusat pengembangan ini mampu menghasilkan desain dan mengidentifikasi industri komponen kereta api yang mampu menunjang perkeretaapian nasional.
"Saat ini pusat pengembangan di Indonesia baru akan mengidentifikasi industri komponen yang mampu mendukung industri kereta api. Ke depannya, kalau ini berkembang dan membutuhkan alat, akan kami dukung. Jadi, perlahan tapi pasti," kata Putu.
"Memang Pusat Teknologi dan Pengembangan Industri Perkeretaapian Indonesia masih sangat jauh dibanding di Tiongkok, tapi kita sudah memulainya," kata Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan di Bandung, Jumat.
Menurut Putu, pusat riset milik CRRC tersebut terbilang lengkap, karena bersifat terintegrasi, mulai dari mulai dari pembuatan desain, produksi komponen, hingga fasilitas produksi massal kereta itu sendiri.
Di atas lahan seluas 180 hektar, pusat riset CRRC memiliki jalur pengetesan kereta sendiri untuk menguji coba produksi yang dihasilkan.
Meskipun demikian, Putu menambahkan, masih banyak komponen kereta CRRC diimpor dari berbagai negara, namun hal tersebut tidak menjadi persoalan, karena yang terpenting adalah penguasaan konsep dan teknologi pembuatan keretanya.
"Satu rangkaian itu mereka punya teknologinya, walaupun bukan bikinan mereka sendiri. Saya beberapa komponen produksi General Electronic dan Siemens. Tapi, untuk perawaratan mereka bisa," ujar Putu.
Putu menambahkan, Tiongkok mengembangkan pusat riset dan produksi CRRC selama lima tahun dengan modal disetor sekitar Rp10-15 trliun.
Jika dibandingkan dengan Indonesia, Pusat Pengembangan Teknologi dan Industri Perkeretapian Indonesia yang ada di Institut Teknologi Bandung (ITB) baru saja diresmikan.
Diharapkan, pusat pengembangan ini mampu menghasilkan desain dan mengidentifikasi industri komponen kereta api yang mampu menunjang perkeretaapian nasional.
"Saat ini pusat pengembangan di Indonesia baru akan mengidentifikasi industri komponen yang mampu mendukung industri kereta api. Ke depannya, kalau ini berkembang dan membutuhkan alat, akan kami dukung. Jadi, perlahan tapi pasti," kata Putu.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: