Rupiah jumat pagi menguat tipis menjadi Rp13.947
11 Desember 2015 10:48 WIB
Rupiah Melemah RUPIAH MELEMAH Petugas menunjukan uang kertas pecahan Rp100ribu di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Senin (25/11). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin pagi melemah menjadi Rp11.715 per dolar AS, sedangkan dalam transaksi antarbank di Jakarta turun 13 poin dari posisi Rp11.702 per dolar AS pada 22 November, hal tersebut disebabkan pelaku pasar merespon hasil Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pekan lalu yang masih mensinyalkan adanya pengurangan stimulus keuangan. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma) ()
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat pagi, bergerak menguat tipis sebesar enam poin menjadi Rp13.947 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.953 per dolar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat mengatakan laju kenaikan mata uang rupiah cenderung terbatas kenaikannya menyusul harga minyak mentah dunia yang kembali mengalami tekanan.
"Pergerakan minyak mentah masih membayangi mata uang negara penghasil komoditas," katanya.
Ia menambahkan bahwa rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 15-16 Desember 2015 mendatang juga masih menjadi salah satu faktor penahan bagi laju nilai tukar rupiah.
"Pelaku pasar memilih berhati-hati dengan kemungkinan naiknya suku bunga di AS pada pekan depan, sehingga kenaikan rupiah masih rentan," katanya.
Sementara itu, Ekonom Senior Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengatakan bahwa adanya harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat ke level 5 persen pada 2016 dari proyeksi 4,7 persen pada tahun ini diharapkan dapat menahan sentimen negatif yang datang dari eksternal.
"Kami melihat pengeluaran infrastruktur pemerintah akan naik dibandingkan tahun 2015, sehingga target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai," katanya.
Ia menambahkan bahwa normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat juga diharapkan dilakukan secara gradual sehingga tidak membuat gejolak pasar keuangan global.
"Diharapkan kenaikan suku bunga bank sentral AS (Fed fund rate) tidak lebih tinggi dari perkiraan, diperkirakan suku bunga AS tidak lebih dari 1 persen," katanya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat mengatakan laju kenaikan mata uang rupiah cenderung terbatas kenaikannya menyusul harga minyak mentah dunia yang kembali mengalami tekanan.
"Pergerakan minyak mentah masih membayangi mata uang negara penghasil komoditas," katanya.
Ia menambahkan bahwa rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 15-16 Desember 2015 mendatang juga masih menjadi salah satu faktor penahan bagi laju nilai tukar rupiah.
"Pelaku pasar memilih berhati-hati dengan kemungkinan naiknya suku bunga di AS pada pekan depan, sehingga kenaikan rupiah masih rentan," katanya.
Sementara itu, Ekonom Senior Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengatakan bahwa adanya harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat ke level 5 persen pada 2016 dari proyeksi 4,7 persen pada tahun ini diharapkan dapat menahan sentimen negatif yang datang dari eksternal.
"Kami melihat pengeluaran infrastruktur pemerintah akan naik dibandingkan tahun 2015, sehingga target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai," katanya.
Ia menambahkan bahwa normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat juga diharapkan dilakukan secara gradual sehingga tidak membuat gejolak pasar keuangan global.
"Diharapkan kenaikan suku bunga bank sentral AS (Fed fund rate) tidak lebih tinggi dari perkiraan, diperkirakan suku bunga AS tidak lebih dari 1 persen," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: