Perludem temukan 140 pelanggaran Pilkada 2015
10 Desember 2015 15:07 WIB
Kalah Di TPS Sendiri Pasangan Calon Walikota/Wakil Walikota nomor urut satu Pilkada Surabaya 2015 Rasiyo (kiri)-Lucy Kurniasari (kanan) menjawab pertanyaan wartawan di Posko Pemenangan Rasiyo-Lucy di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (9/12). Di TPS 23 tempat Rasiyo menggunakan hak pilihnya, perolehan suara pasangan Rasiyo-Lucy dengan Risma-Whisnu terpaut jauh yaitu 87 suara untuk Rasiyo-Lucy dan 158 suara untuk Risma-Whisnu. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono) ()
Jakarta (ANTARA News) - Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menemukan 140 pelanggaran pada proses pemungutan suara pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 9 Desember 2015.
Menurut peneliti Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, sebanyak 140 pelangaran tersebut terbagi dalam lima kategori di antaranya kekerasan pelaksanaan pilkada, logistik pilkada, pelanggaran pidana dalam pelaksanaan pilkada, pelanggaran administrasi, dan sengketa pencalonan.
"Dari lima aspek yang dipantau oleh Perludem, pelanggaran pidana adalah pantauan yang paling banyak ditemukan. Dari total 140 temuan, pelanggaran pidana paling banyak ditemukan dengan jumlah 54 temuan," kata Khoirunnisa dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis.
Urutan kedua adalah persoalan logisitik dengan 36 temuan, salah satu bentuk pelanggarannya adalah tidak disebarkannya undangan pemilihan C6 untuk pemilih.
Pelanggaran ketiga berupa pelanggaran administrasi dengan total 25 temuan sementara pelanggaran kekerasan berada di urutan keempat dengan 13 temuan. Adapun masalah sengketa pencalonan berada di peringkat kelima dengan 12 temuan.
Lebih lanjut, berdasarkan pantauan Perludem persoalan logisitik dan administrasi tidak banyak terjadi di Pulau Sumatera kendati yang menjadi catatan adalah penundaan pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara, yakni kabupaten Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun.
Perludem memandang proses sengketa pencalonan yang berlarut tidak perlu terjadi jika KPU cermat melakukan verifikasi pencalonan dan partai politik rasional dalam mengusung calon kepala daerah.
"Semestinya partai politik lebih rasional dalam mengusung calon kepala daerah dengan tidak mengusung calon kepala daerah yang sedang bermasalah atau sudah bermasalah secara hukum," jelas Khoirunnisa.
Menurut peneliti Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, sebanyak 140 pelangaran tersebut terbagi dalam lima kategori di antaranya kekerasan pelaksanaan pilkada, logistik pilkada, pelanggaran pidana dalam pelaksanaan pilkada, pelanggaran administrasi, dan sengketa pencalonan.
"Dari lima aspek yang dipantau oleh Perludem, pelanggaran pidana adalah pantauan yang paling banyak ditemukan. Dari total 140 temuan, pelanggaran pidana paling banyak ditemukan dengan jumlah 54 temuan," kata Khoirunnisa dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis.
Urutan kedua adalah persoalan logisitik dengan 36 temuan, salah satu bentuk pelanggarannya adalah tidak disebarkannya undangan pemilihan C6 untuk pemilih.
Pelanggaran ketiga berupa pelanggaran administrasi dengan total 25 temuan sementara pelanggaran kekerasan berada di urutan keempat dengan 13 temuan. Adapun masalah sengketa pencalonan berada di peringkat kelima dengan 12 temuan.
Lebih lanjut, berdasarkan pantauan Perludem persoalan logisitik dan administrasi tidak banyak terjadi di Pulau Sumatera kendati yang menjadi catatan adalah penundaan pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara, yakni kabupaten Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun.
Perludem memandang proses sengketa pencalonan yang berlarut tidak perlu terjadi jika KPU cermat melakukan verifikasi pencalonan dan partai politik rasional dalam mengusung calon kepala daerah.
"Semestinya partai politik lebih rasional dalam mengusung calon kepala daerah dengan tidak mengusung calon kepala daerah yang sedang bermasalah atau sudah bermasalah secara hukum," jelas Khoirunnisa.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: